DPR Kabulkan Amnesti Saiful Mahdi, Mahfud MD: Ini Benar-benar Progresif
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengapresiasi DPR yang mengabulkan pemberian amnesti terhadap dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Saiful Mahdi.
Menurutnya, DPR telah menerapkan hukum dan prosedur yang progresif. Apalagi, Surat Presiden terkait pemberian amnesti Saiful baru dikirimkan minggu lalu.
"DPR sudah menerapkan hukum dan prosedur yang progresif. Kalau melalui prosedur biasa yang terlalu normatif tentu surat Presiden ini masih harus dibahas dulu di Bamus dan setelah Bamus setuju untuk diagendakan baru dibawa ke sidang paripurna," kata Mahfud dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis, 7 Oktober.
"Dalam situasi penting menyangkut nasib orang yang seperti ini memang diperlukan keberanian untuk melakukan pencepatan yang bersifat progresif," imbuh eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
Setelah terkabulnya pemberian amnesti ini, selanjutnya pemerintah akan menunggu surat resmi dari DPR RI. Hal ini diperlukan untuk menjalankan proses selanjutnya yaitu penerbitan surat pemberian amnesti.
"Pemerintah akan menunggu surat resmi dari DPR untuk menuangkannya dalam surat pemberian amnesti. Saya mengucapkan selamat kepada keluarga Saiful Mahdi," ujarnya.
Baca juga:
Diberitakan sebelumnya, DPR menyetujui pemberian amnesti terpidana kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang juga dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Saiful Mahdi. Pengampunan tersebut diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Apakah permintaan amnesti tersebut sebagaimana supres (surat presiden) dapat kita setujui?," ujar Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar saat memimpin Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang I Tahun 2021-2022 di Gedung DPR, Kamis, 7 Oktober.
Seluruh anggota DPR yang mengikuti Rapat Paripurna setuju dengan pemberian amnesti itu.
Amnesti untuk Saiful Mahdi diajukan melalui Supres Nomor 46/Pres/09/2021 tertanggal 29 September 2021. Supres menjelaskan Saiful divonis bersalah mencemarkan nama baik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Kasus yang menjerat Saiful bermula dari kritiknya atas proses penerimaan CPNS di Fakultas Teknik pada Maret 2019 lalu. Melalui grup WhatsApp, Saiful menulis begini.
"Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup?"
Saiful bilang, berkas peserta untuk dosen masuk CPNS tidak sesuai syarat tetapi diloloskan pihak kampus. Atas kasus ini, dia divonis 3 bulan pidana dan denda Rp100 juta subsider pidana kurangan satu bulan atas kasus itu. Saiful lalu mengajukan banding tetapi ditolak oleh Pengadilan Tinggi.