Bantah Tuduhan Soal Pelanggaran HAM Papua, Indonesia: Saat Guru, Tenaga Kesehatan Dibunuh, Vanuatu Tutup Mata
JAKARTA - Indonesia terkejut, menyayangkan sekaligus menolak tuduhan yang disampaikan Perdana Menteri Vanuatu, mengenai isu-isu seputar Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua yang disampaikan dalam Sidang Majelis Umum ke-76 PBB.
PM Vanuatu Bob Loughman dalam pidato virtualnya di menyebut pelanggaran HAM masih terjadi di mana-mana, termasuk di Papua. Ia pun meminta Indonesia mengizinkan Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB untuk berkunjung ke Papua dan melakukan penilaian independen.
"Di wilayah saya, masyarakat adat Papua Barat terus menderita pelanggaran HAM. Kami menyerukan Indonesia untuk mengizinkan Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB untuk berkunjung dan melakukan penilaian independen," sebutnya di channel YouTube United Nations seperti dikutip 26 September.
Memanfaatkan kesempatan menjawab yang diberikan pimpinan sidang, Sekrataris Ketiga Perwakilan Tetap Republik Indonesia untuk PBB di New York Sindy Nur Fitri, tegas menolak apa yang disampikan oleh PM Vanuatu.
Sindy mengatakan terkejut, Vanutu terus-menerus menggunakan forum Sidang Majelis Umum PBB untuk mengusik kedaulatan dan integritas wilayah negara lain, serta terus melakukan agresi dengan maksud tercela dan motif politik untuk melawan Indonesia.
"Kami secara tegas menolak seluruh tuduhan tidak benar, tidak berdasar, dan menyesatkan yang terus dipelihara oleh Vanuatu. Tuduhan tersebut menciptakan harapan palsu dan kosong, serta hanya memicu konflik yang sedihnya mengorbankan banyak nyawa tak berdosa," ujarnya dalam Right of Reply Indonesia terhadap pernyataan Vanuatu yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Dikatakannya, Vanuatu berupaya mengesankan Dunia, seolah-olah negara ini peduli terhadap isu-isu HAM. Pada kenyataannya, HAM versi mereka diputar-balikkan, dan sama sekali tidak hirau atas tindak teror keji serta tidak manusiawi yang dilakukan oleh kelompok kriminal separatis bersenjata.
"Vanuatu secara sengaja menutup mata ketika kelompok kriminal separatis bersenjata ini membunuh para perawat, tenaga kesehatan, guru, pekerja konstruksi dan aparat penegak hukum. Mereka adalah orang-orang yang mendedikasikan hidupnya untuk masyarakat Papua," papar Sindy.
"Ketika ada sejumlah pekerja konstruksi yang dibunuh secara brutal, mengapa Vanuatu memilih untuk diam? Ketika para guru dibantai tanpa belas kasihan, mengapa Vanuatu memilih diam? Ketika fasilitas umum yang dibangun untuk masyarakat Papua dihancurkan, mengapa Vanuatu, sekali lagi memilih diam?" Cetus Sindy.
Baca juga:
- Soal Sistem Rudal S-400 Rusia, Presiden Erdogan: Sudah Selesai dan Amerika Serikat Harus Memahami Ini!
- Terungkap, Tentara Inggris Terkait dengan Kematian Ratusan Warga Sipil Afghanistan, Termasuk 86 Anak-anak
- Sebut Pemerintahan Taliban Belum Inklusif, Presiden Erdogan Kasih Syarat untuk Kerja Sama
- Presiden Biden dan Presiden Macron Sudah Berbicara di Telepon, Menlu Prancis: Perlu Waktu Pulihkan Kepercayaan
Dikatakannya, Vanuatu justru membela separatisme dengan kedok keprihatinan HAM yang dibuat-buat. Vanuatu terus menerus mencoba mempertanyakan status Papua sebagai bagian yang utuh Indonesia yang tidak lagi perlu diperdebatkan.
"Hal ini telah melanggar tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB dan bertentangan dengan Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Cooperation among States," urainya.
"Kita tidak boleh membiarkan penghinaan terhadap Piagam PBB semacam ini terus dilakukan di forum ini," tandas Sindy menggaris bawahi.