Serbuan Impor dari China hingga Baja Buatan Indonesia Dibilang Jelek, Bos Krakatau Steel Tanggapi Santai: Produk Kami Dipakai di Eropa
JAKARTA - Produk baja buatan Indonesia dianggap berkualitas jelek. Bahkan, jika dibandingkan dengan produk impor kualitasnya jauh berbeda.
Seperti diketahui, baja impor memang masih membayangi produk baja nasional. Apalagi, beberapa waktu lalu pasar domestik mendapat serbuan baja impor dari China.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan keberhasilan Krakatau Steel melakukan ekspor baja ke Eropa sudah cukup menjadi bukti bagaimana kualitas baja buatan Indonesia.
"Gampang saja. Produk KS itu dipakai di Eropa. Eropa itu kan punya standar yang tinggi. Kita sebagai bangsa Indonesia bangga produk kita masuk Eropa," ucapnya, dalam wawancara dengan IDX Channel, dikutip Jumat, 24 September.
Lebih lanjut, Silmy mengatakan, tidak mungkin Eropa membiarkan produk baja berkualitas jelek dipakai di negaranya. Karena itu, dia mengaku tak perlu menjelaskan secara detail kualitas produk Krakatau Steel.
"Kalau dibilang produk kita jelek, apa iya produk bisa masuk ke Eropa itu jelek? Ada lah gampangnya, saya enggak panjang lebar bilang barang kita bagus, barang kita masuk ke Eropa. Udah, itu sebagai bukti," tuturnya.
Di sisi lain, Silmy mengatakan bahwa baja yang diimpor juga kadang-kadang kualitasnya tidak sesuai dengan standar nasional Indonesia (SNI). Misalnya terkait ketipisannya. Kata Silmy, untuk produk hilir produk impor memiliki ketipisan yang tidak sesuai SNI. Harga yang ditawarkan pun lebih murah.
"Yang dirugikan siapa? Konsumen. Konsumen tahunya lebih murah tetapi secara kualitas itu lebih buruk. Ini juga menjadi salah satu cara untuk mengelabui konsumen. Kasihan konsumennya. Kita harus jaga, jadi SNI bukan hanya melindungi industri terapi juga melindungi konsumen," ucapnya.
Pemerintah janji lindungi produk nasional
Indonesia kembali kebanjiran baja murah dari China. Masalah ini sebenarnya telah terjadi sejak tahun lalu. Di tengah ketidakpastian ekonomi akibat pandemi COVID-19, kehadiran baja impor ini akan membuat industri baja dalam negeri kalah bersaing.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi berjanji untuk berusaha semaksimal mungkin melindungi industri baja nasional dari serbuan baja murah asal negeri Tirai Bambu tersebut. Namun, dengan cara-cara yang tidak melanggar ketentuan WTO.
Kata Lutfi, salah satu cara yang akan dilakukan pemerintah adalah dengan memberantas penjualan baja ilegal di Tanah Air. Sehingga kelangsungan industri baja nasional bisa lebih terjamin.
"Kalau memang ada barang ilegal, ada Ditjen PKTN (Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga) di sini memastikan bahwa kita akan periksa dan kita akan jaga industri kita. Saya jamin bahwa kita akan memberikan yang terbaik buat industri nasional kita," ucapnya, Jumat, 29 Januari.
Dampak negatif impor baja
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menuturkan banjir baja impor asal China mengancam produsen lokal gulung tikar dan mengambil langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sedikitnya 100 ribu pekerja.
Baca juga:
- Erick Thohir Pamer di Depan Jokowi: Krakatau Steel Berhasil Raup Laba Rp609 Miliar setelah 8 Tahun Menderita Rugi
- Krakatau Steel Berhasil Cetak Laba Rp609 Miliar setelah Sewindu Rugi, Erick Thohir Minta Manajemen Tak Puas Diri
- PPKM dll Enggak Ngaruh, Krakatau Steel Tetap Cuan Rp609 Miliar hingga Juli 2021, Penjualan Rp17,7 Triliun, Ekspor Melesat 515 Persen
- Jokowi Resmikan Pabrik Baja Termodern Kedua di Dunia
"Baja impor terutama dari China dijual sangat murah di Indonesia. Jika dibiarkan, industri baja nasional akan bangkrut dan 100 ribu karyawan terancam PHK massal," kata Iqbal.
Di saat pandemi COVID-19, kata Iqbal, tentu saja ancaman PHK massal membuat masyarakat semakin menderita. Hal ini juga akan berimbas pada perekonomian yang semakin terpuruk.
"Tenaga kerja yang sebagian besar masyarakat menengah ke bawah semakin menjerit. Efek dominonya luar biasa," tuturnya.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, kata Iqbal, tenaga kerja di sektor ini sangat banyak sekitar 100.000 orang. Tersebar di berbagai perusahaan seperti Krakatau Steel, Gunung Raja Paksi, Ispatindo, Master Steel, dan lain-lain.
Masih mengutip sumber yang sama, hingga akhir tahun 2019 besi dan baja menempati posisi ketiga komoditas impor nonmigas yang masuk ke Indonesia. Nilainya mencapai 7,63 miliar dolar AS atau senilai Rp106,8 triliun.
Untuk menghindari PHK massal, KSPI berharap agar Kementerian Perdagangan, dalam hal ini Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) melanjutkan perlindungan safeguard untuk produk I-H section.