JAKARTA - Indonesia kembali kebanjiran baja murah dari China. Masalah ini sebenarnya telah terjadi sejak tahun lalu. Di tengah ketidakpastian ekonomi akibat pandemi COVID-19, kehadiran baja impor ini akan membuat industri baja dalam negeri kalah bersaing.
Sebelumnya, Ketua Umum Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim juga meminta kepada pemerintah untuk melakukan safeguard dan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap impor baja. Langkah ini dilakukan agar pasar nasional tidak dibanjiri produk impor baja dari luar negeri.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, tidak akan melakukan tindakan intervensi lebih lanjut terkait permintaan tersebut. Pasalnya jika permintaan itu diberlakukan akan melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh World Trade Organization (WTO).
"Terkait anti dumping dan safeguard karena baja China. Saya tidak bisa panjang lebar di sini karena ini adalah prosesnya independen. Kita sadar betul bahwa ini bagian dari perdagangan internasional, baik jeleknya harus kita terima. Kita akan pastikan akan berjalan sesuai kaidahnya (WTO)," tuturnya, dalam konferensi pers Trade Outlook 2021, Jumat, 29 Januari.
Meski begitu, Lutfi berjanji untuk berusaha semaksimal mungkin melindungi industri baja nasional dari serbuan baja murah asal negeri Tirai Bambu tersebut. Namun, dengan cara-cara yang tidak melanggar ketentuan WTO.
Kata Lutfi, salah satu cara yang akan dilakukan pemerintah adalah dengan memberantas penjualan baja ilegal di Tanah Air. Sehingga kelangsungan industri baja nasional bisa lebih terjamin.
"Kalau memang ada barang ilegal, ada Ditjen PKTN (Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga) di sini memastikan bahwa kita akan periksa dan kita akan jaga industri kita. Saya jamin bahwa kita akan memberikan yang terbaik buat industri nasional kita," ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menuturkan banjir baja impor asal China mengancam produsen lokal gulung tikar dan mengambil langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sedikitnya 100 ribu pekerja.
"Baja impor terutama dari China dijual sangat murah di Indonesia. Jika dibiarkan, industri baja nasional akan bangkrut dan 100 ribu karyawan terancam PHK massal," katanya, dalam jumpa pers, di Jakarta, Kamis, 21 Januari.
BACA JUGA:
Di saat pandemi COVID-19, kata Iqbal, tentu saja ancaman PHK massal membuat masyarakat semakin menderita. Hal ini juga akan berimbas pada perekonomian yang semakin terpuruk.
"Tenaga kerja yang sebagian besar masyarakat menengah ke bawah semakin menjerit. Efek dominonya luar biasa," tuturnya.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, kata Iqbal, tenaga kerja di sektor ini sangat banyak sekitar 100.000 orang. Itu tersebar di berbagai perusahaan seperti Krakatau Steel, Gunung Raja Paksi, Ispatindo, Master Steel, dan lain-lain.
Masih mengutip sumber yang sama, hingga akhir tahun 2019 besi dan baja menempati posisi ketiga komoditas impor non-migas yang masuk ke Indonesia. Nilainya mencapai 7,63 miliar dolar AS atau senilai Rp106,8 triliun.
Untuk menghindari PHK massal, KSPI berharap agar Kementerian Perdagangan, dalam hal ini Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) melanjutkan perlindungan safeguard untuk produk I-H section.
"Safeguard sangat penting guna melindungi produk dalam negeri dari maraknya produk impor murah," ucapnya.
Di sisi lain, kata Iqbal, jika safeguard kepada pabrik baja nasional tidak diperpanjang, dikhawatirkan perusahaan tidak bisa bersaing dengan produk impor murah. Akibatnya, industri akan menutup beberapa unit usaha sehingga menyebabkan terjadinya PHK massal.
"Makanya, semua pihak harus membela industri dalam negeri," tegasnya.