Pengamat Bilang, Tersendatnya Belanja Anggaran Akan Dinilai Negatif Investor

JAKARTA - Presiden Joko Widodo meminta empat kementerian dan lembaga mempercepat belanja pemerintah di tengah pandemi COVID-19. Sebab, jajaran Jokowi yang punya anggaran jumbo ternyata masih 'pelit' keluarkan anggaran belanja untuk program mereka.

Pengamat ekonomi dari INDEF, Nailul Huda sepakat dengan anggapan para menteri masih lamban dalam menyerap anggaran kebijakan, maka potensi masuknya investor akan semakin kecil.

"Investor akan memandang tersendatnya belanja anggaran menjadi hal yang negatif," kata Nailul saat dihubungi VOI, Kamis, 9 Juli.

Maksud Nailul, ketika menteri menggelontorkan anggaran untuk belanja program, maka perputaran uang akan terjadi di masyarakat. Terlebih, akibat pandemi COVID-19, roda perekonomian menjadi lesu.

Butuh adanya pemantik agar sektor ekonomi kembali bergerak yang bersumber dari pengeluaran belanja anggaran. Namun, jika belanja anggaran ditunda-tunda, maka kondisi perekonomian tak akan bangkit.

"Kalau masih begitu, pasti uang di masyarakat akan semakin seret  Tidak ada peningkatan konsumsi dan tidak dilirik oleh investor jadinya," ungkap Nailul.

Oleh sebab itu, Nailul menyarankan agar para menteri bergerak cepat untuk melakukan belanja anggaran. Lagi pula, kata dia, Jokowi sudah membuka pintu dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19.

"Payung hukum besar-nya juga sudah ada Perppu. Tinggal pelaksanaan di kementerian dan lembaga saja. Minta mereka cepat untuk membuat aturan internal pencairan anggaran," ungkapnya.

Pandemi COVID-19 ini membuat seluruh perekonomian dunia ambruk. Sejumlah kepala negara lain yang aktif berkomunikasi dengan Jokowi juga mengamini soal kemerosotan sektor ekonomi. Prediksi ekonomi dunia terus berubah dalam waktu cepat. Sayangnya, analisa itu mengarah ke sesuatu yang buruk.

"Terakhir, OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) bahkan (menyebutkan) minus 6 sampai minus 7,6 persen, coba, berubah terus. Lha kalau kita ini tidak ngeri dan menganggap ini biasa-biasa saja, waduh, bahaya banget. Belanja juga biasa-biasa saja, spending kita biasa-biasa saja, enggak ada percepatan," ketus Jokowi dalam Rapat Terbatas Mengenai Percepatan Penyerapan Anggaran di Enam Kementerian/Lembaga, Selasa, 7 Juli.

Satu-satunya harapan yang bisa menggerakan ekonomi cuma pemerintah melalui aksi belanja kementerian. Harapan Jokowi ada pada sejumlah kementerian yang memiliki anggaran jumbo. 

"Saya minta semuanya dipercepat terutama yang anggarannya gede-gede. Ini Kemendikbud ada Rp70,7 triliun, Kemensos Rp104,4 triliun, Kemenhan Rp117,9 triliun, Polri Rp92,6 triliun, Kementerian Perhubungan Rp32,7 triliun. Ini saya minta, di kementerian dan juga di kepolisian ini dipercepat semuanya, belanjanya," pinta Jokowi.

"Jadi yang saya hadirkan di sini, yang saya undang adalah yang (anggarannya) gede-gede tadi," sambung dia lagi.

Untuk kesekian kalinya, Jokowi meminta semua menterinya jangan menggunakan kebiasaan lama dalam bekerja. Semua menteri harus bisa kreatif mencari solusi. Semua aturan yang bisa memakan waktu berminggu atau bulanan dalam pengurusannya, harus dipangkas hanya hitungan harian.

"Gimana caranya? Bapak/Ibu, dan Saudara-saudara lebih tahu dari saya, menyelesaikan ini. Kembali lagi, jangan biasa-biasa saja," sindir Jokowi.

Pandemi COVID-19 sudah membuat seluruh sektor terganggu. Mulai dari demand, supply hingga production, semuanya terganggu dan rusak. Jokowi sendiri bukannya tidak mengapresiasi perubahan kultur yang dilakukan menteri-menterinya setelah beberapa waktu lalu kena semprot. Namun dia merasa masih sangat kurang.

"Padahal pada kondisi krisis, kita harusnya kerja lebih keras lagi. Jangan kerja biasa-biasa saja. Kerja lebih keras dan kerja lebih cepat," imbuh Jokowi.