Gugatan Terkait TWK Ditolak MA, Yudi Purnomo: Tindak Lanjut Hasil Bukan Kewenangan KPK Melainkan Pemerintah
JAKARTA - Pegawai KPK nonaktif Yudi Purnomo mengatakan pihaknya menunggu kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait nasibnya dan puluhan pegawai lain yang dinyatakan tak lolos Asemsen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Apalagi, putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan tindak lanjut hasil asesmen merupakan kewenangan pemerintah.
Yudi merupakan salah satu dari dua pegawai yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung terkait Perkom Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Alih Status Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Hakim MA secara tegas dan jelas menyatakan bahwa tindak lanjut dari hasil asesmen TWK merupakan kewenangan pemerintah bukan KPK. Oleh karena itu kami menunggu kebijakan dari presiden terhadap hasil asesmen TWK pegawai KPK yang saat ini belum diangkat sebagai ASN sesuai perintah UU KPK," kata Yudi dalam keterangan tertulisnya yang diterima VOI, Jumat, 10 September.
Ia juga mengatakan putusan MA ini tidak jauh berbeda dengan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan TWK bagi pegawai KPK bisa dilaksanakan. Namun, yang harus diingat pelaksanaan asesmen ini harus transparan dan akuntabel bukan seperti yang sekarang terjadi.
Baca juga:
- Apresiasi Putusan MA, KPK Minta Ombudsman RI dan Komnas HAM Tak Lagi urusi TWK Pegawainya
- Respons Putusan MA Terkait TWK, Novel: Kami Tunggu Penyelesaian dari Presiden
- Rekomendasi Komnas HAM soal TWK KPK Diserahkan ke Presiden, Pegawai Nonaktif Yakin Jokowi Beri Respons Positif
- Tiga Terduga Teroris Ditangkap, Satu di Antaranya Dewan Syuro Jamaah Islamiyah
"Tapi pada kenyataannya ternyata hasil temuan Ombudsman RI menunjukkan adanya maladministrasi dan ada 11 pelanggaran hak asasi dari hasil temuan Komnas HAM," tegas Yudi.
Diberitakan sebelumnya, MA menolak gugatan pelaksanaan TWK yang diajukan dua pegawai KPK yaitu Yudi Purnomo Harahap dan Farid Andhika. Ada tiga alasan majelis hakim uji materiil menolak permohonan kedua pegawai KPK tersebut.
Pertama, majelis menilai secara substansial desain pengalihan pegawai KPK menjadi ASN mengikuti ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan peraturan pelaksanaannya, dan salah satu yang telah diterima sebagai ukuran objektif untuk memenuhi syarat pengisian jabatan tersebut adalah TWK yang juga menjadi syarat saat seleksi ASN dan saat pengembangan karier PNS.
Kedua, majelis menyebut Perkom 1/2021 merupakan peraturan pelaksanaan dari PP 41/2020 dan UU 19/2019 sehingga asesmen TWK merupakan suatu sarana (tool) berupa norma umum yang berlaku bagi pegawai KPK sebagai persyaratan formal yaitu pegawai KPK yang setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 huruf b PP 41/2020.
"Para pemohon tidak dapat diangkat menjadi ASN bukan karena berlakunya Perkom 1/2021 yang dimohonkan pengujian, namun karena hasil asesmen TWK Para Pemohon sendiri yang TMS, sedangkan tindak lanjut dari hasil asesmen TWK tersebut menjadi kewenangan pemerintah," demikian pertimbangan majelis.
Alasan ketiga, pertimbangan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK Nomor 34/PUUXIX/2021 mengenai persoalan usia pegawai KPK yang telah mencapai usia 35 tahun dan dikhawatirkan akan kehilangan kesempatan menjadi ASN tidak terkait dengan asesmen TWK.
"Jadi, pertimbangan kedua Putusan MK di atas tidak dapat diterapkan terhadap norma asesmen TWK yang diatur dalam Perkom 1/2021," ungkap majelis.