Tak Tolerir Pelecehan Seksual dan Bullying di Kantornya, KPI Pusat Siap Tindak Tegas Pelaku

JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengaku siap menindak tegas para pelaku pelecehan seksual dan bullying terhadap salah satu pegawainya, MS. Hal ini dilakukan karena mereka tak menolerir tindakan semacam ini terjadi di lingkungannya.

"Kami menyampaikan hal sebagai berikut, turut prihatin dan tidak menoleransi segala bentuk pelecehan seksual, perundungan atau bullying terhadap siapapun dan dalam bentuk apapun," demikian dikutip dari keterangan tertulis tertanda Ketua KPI Pusat Agung Suprio, Rabu, 1 September.

Agung mengatakan, pihaknya akan mengambil tindakan tegas kepada para pelaku. "Apabila (mereka, red) terbukti melakukan tindak kekerasan seksual dan perundungan terhadap korban sesuai hukum yang berlaku," tegasnya.

Untuk mencari tahu dugaan tersebut, KPI Pusat juga akan melakukan langkah investigasi internal dengan meminta penjelasan terhadap para pelaku dan korban.

Sementara untuk korban, Agung memastikan pihaknya akan memberikan perlindungan, pendampingan hukum, dan pemulihan psikologis.

Selain itu, KPI Pusat juga mendukung aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Diberitakan sebelumnya, pria berinisial MS menyebut dirinya sebagai korban pelecehan dan perundungan atau bullying di lingkungan KPI Pusat. Pengakuan itu tersebar melalui pesan berantai pada aplikasi pesan singkat WhatsApp.

Ada pun dalam pesan berantai itu, MS menyebut sejumlah nama dan jabatan pihak-pihak yang melakukan pelecehan seksual terhadap dirinya. Selain itu pada pesan yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), dia mengaku dibully sepanjang tahun 2012-2014.

"Selama dua tahun saya dibully dan dipaksa untuk membelikan makanan bagi rekan kerja senior. Mereka bersama-sama mengintimidasi yang membuat saya tak berdaya. Padahal kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja. Tapi mereka secara bersama sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh," ungkap MS pada pesan berantai tersebut.

"Sejak awal saya kerja di KPI Pusat pada 2011, sudah tak terhitung berapa kali mereka melecehkan, memukul, memaki, dan merundung tanpa bisa saya lawan. Saya sendiri dan mereka banyak. Perendahan martaba saya dilakukan terus menerus dan berulang ulang sehingga saya tertekan dan hancur pelan pelan," imbuhnya.

MS mengaku dilecehkan secara seksual hingga akhirnya membuat mentalnya terganggu karena stres. Bahkan, pengakuannya, dia kerap berteriak sendiri akibat kejadian tersebut.

"Pelecehan seksual dan perundungan tersebut mengubah pola mental, menjadikan saya stres dan merasa hina, saya trauma berat, tapi mau tak mau harus bertahan demi mencari nafkah. Harus begini bangetkah dunia kerja di KPI? Di Jakarta?" kata MS.

Puncaknya, pada 2016 dia sering sakit akibat stres dan ujungnya dia didiagnosa mengalami hipersekresi cairan lambung.

MS mengaku pernah pergi ke Polsek Gambir untuk membuat laporan polisi. Hanya saja, pihak kepolisian tak menerima aduannya.

Ia juga pernah mengadukan tindakan tersebut pada atasannya. Tapi, pengaduan itu hanya berbuah pemindahan ruang kerja.

Sementara saat mengadukan pelecehan dan perundungan tersebut ke Komnas HAM, secara tegas disimpulkan tindakan para koleganya itu adalah bentuk kejahatan dan MS disarankan melapor ke pihak kepolisian.

Meski mengaku mendapat perundungan dan pelecehan, MS mengaku masih bekerja di KPI Pusat. Selain karena faktor kebutuhan, ia juga memahami kondisi pandemi COVID-19 akan membuat dirinya sulit mencari pekerjaan.

"Dan lagi pula, kenapa saya yang harus keluar dari KPI Pusat? Bukankah saya korban? Bukankah harusnya para pelaku yang disanksi atau dipecat sebagai tanggung jawab atas perilakunya? Saya benar, kenapa saya tak boleh mengatakan ini ke publik," tegasnya.

"Perundungan dan pelecehan seksual yang saya alami sungguh membuat tidak kuat bekerja di KPI Pusat. Tapi saya tidak ingin menambah jumlah pengangguran di negara ini," imbuh MS.