Sejumlah Partai Sebut Reshuffle Pasti Terjadi, Namun Itu Hak Prerogatif Presiden
JAKARTA - Rencana pergantian kabinet atau reshuffle makin berembus setelah Presiden Joko Widodo menunjukkan kegeramannya pada para menterinya karena bekerja biasa saja di tengah krisis akibat pandemi COVID-19.
Sejumlah partai pun berkomentar. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menilai, Jokowi sudah mengantongi menteri yang patut di-reshuffle.
"Kalau siapa yang layak di-reshuffle, saya pikir, Pak Jokowi sudah tahu menteri-menteri mana saja yang lelet kerjanya dan tidak punya sense of crisis saat terjadinya dampak COVID-19 terhadap perekonomian nasional, keadaan sosial masyarakat, serta PHK buruh," kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Senin, 29 Juni.
Dia menyayangkan banyak menteri dan pimpinan lembaga yang tak melakukan kebijakan luar biasa bagi masyarakat menghadapi pandemi ini. Padahal, Presiden Jokowi bersedia mengambil risiko apapun untuk kepentingan rakyat dan negara, termasuk membuat Perppu atau Perpres untuk menunjang kebijakan luar biasa di tengah pandemi COVID-19.
Namun kenyataannya, para menteri justru lamban bekerja. Padahal, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sudah membuat instrumen yang mencegah adanya minus pertumbuhan ekonomi. Tapi, yang terjadi realisasi di lapangan malah tidak sesuai.
"Belanja pemerintah untuk bansos sangat lamban dan belum mencapai 100 persen, belanja alkes dan apd juga sangat sedikit. Begitu juga realisasi dana penyelamatan ekonomi nasional akibat COVID terutama sektor UMKM, penyelamatan kredit macet korporasi akibat PSBB juga tak kunjung dieksekusi," tegasnya.
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menganggap wajar Jokowi marah dan menegur para menteri di Kabinet Indonesia Maju. Sebab, sejak awal, Jokowi sudah meminta semua menterinya serius untuk menghadapi pandemi ini. Tapi, ada sejumlah menteri di kabinet yang justru mencari aman. Sehingga, kata Hasto, wajar jika ada evaluasi bahkan teguran dari Presiden Jokowi.
"Ada beberapa pihak yang cenderung mencari aman dan tidak mengambil prakarsa. Sehingga wajar jika Presiden sampai melakukan evaluasi kinerja para menteri," katanya.
Dia berharap, dengan teguran dan evaluasi tersebut, harusnya hal ini bisa menjadi pemacu bagi jajaran kabinet dan lembaga negara untuk segera mencari solusi komperhensif. Terutama, kementerian dan lembaga yang bergerak di bidang perekonomian.
Reshuffle adalah hak prerogatif Presiden
Partai Amanat Nasional (PAN) yang berada di luar pemerintahan angkat bicara. Wakil Ketua Fraksi PAN di DPR RI Saleh Partaonan Daulay menilai, Jokowi sangat marah dan kecewa dengan kinerja para menterinya selama pandemi karena belum ada hasil yang memuaskan.
Ini tentu berbalik dengan kondisi Jokowi yang makin khawatir dengan masyarakat, terutama di sektor ekonomi karena banyaknya tingkat pengangguran selama pandemi COVID-19.
Sehingga, apa yang sudah disampaikan oleh Presiden Jokowi didukung oleh Saleh. "Sangat wajar dan tepat jika presiden marah. Tugas beliau adalah mengevaluasi kinerja para pembantunya. Jika ada yang tidak memuaskan, presiden yang berhak memberikan teguran dan peringatan," kata dia dalam keterangan tertulisnya.
Baca juga:
Dia menilai, persoalan evaluasi hingga reshuffle adalah hak prerogatif Presiden Jokowi. Namun, jika presiden sudah mengucapkan akan melakukan reshuffle, artinya ada hal yang tak beres di dalam kabinet yang disusunnya itu.
"Persoalan evaluasi dan reshuffle adalah hak prerogatif presiden. Jika beliau menilai perlu melakukan perombakan kabinet, bisa dilakukannya kapan saja. Tidak ada yang bisa menghalangi," ungkapnya.
Sementara Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, partainya menyerahkan sepenuhnya keputusan reshuffle kepada Presiden Jokowi. PPP merupakan bagian dari pemerintahan Jokowi.
"Kapan mau reshuffle itu dilakukan dan siapa yang akan di-reshuffle, itu biar jadi urusan presiden. Begitu juga soal struktur kabinet pasca reshuffle. Mau tetap dengan kementerian dan lembaga yang jumlah ada sekarang atau mau dilebur atau bahkan dibubarkan maka itu juga kewenangan presiden," kata Arsul.
Namun, anggota Komisi III DPR RI menilai persoalan reshuffle ini sebaiknya tidak perlu dibesar-besarkan. Sebab, di masa kepemimpinan Presiden Jokowi periode lalu, perombakan menteri sudah beberapa kali.
"Kalau melihat masa kepresidenan Pak Jokowi yang pertama, reshuffle itu bukan lagi hal yang luar biasa," tegasnya sambil menambahkan kemarahan atau kekecewaan Presiden Jokowi itu harusnya bisa menjadi cambuk bagi para menterinya yang bekerja tidak masimal di tengah masa krisis akibat pandemi COVID-19.
Sebelumnya, Pada video yang diambil pada sidang kabinet 18 Juni yang lalu, Jokowi mengatakan dirinya melihat masih ada sejumlah menterinya yang bekerja dan mengambil keputusan seperti biasa ketika tidak terjadi pandemi COVID-19. Padahal, di tengah krisis kesehatan dan krisis ekonomi seperti sekarang ini, harusnya semua pihak bekerja luar biasan.
"Tindakan-tindakan kita, keputusan-keputusan kita, kebijakan-kebijakan kita, suasananya harus suasana krisis. Jangan kebijakan-kebijakan biasa saja, menganggap ini sebuah kenormalan. Apa-apaan ini," kata Jokowi dalam video yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Minggu, 28 Juni.
Dia menilai, di masa seperti ini seluruh kebijakan harusnya sesuai dengan kondisi krisis. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini bahkan mengatakan, dalam kondisi krisis, dirinya bahkan siap mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) dan Peraturan Presiden (Perpres).
Hal ini, sambung dia, harusnya juga dilakukan oleh para menteri. Namun, dia menilai, ada di antaranya menterinya yang justru menganggap kondisi krisis saat ini biasa-biasa saja.
"Tangung jawab kita kepada 267 juta rakyat kita. Saya lihat, masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa, saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan," tegasnya.
Jokowi mengaku tak segan-segan melakukan reshuffle atau pergantian kabinet dan membubarkan lembaga yang tak bekerja dengan maksimal di tengah kondisi ini. "Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Udah kepikiran kemana-mana saya. Atau buat Perppu yang lebih penting lagi kalau memang diperlukan," ungkap mantan Wali Kota Solo ini.
"Artinya tindakan-tindakan yang extraordinary keras akan saya lakukan. ... Saya betul-betul minta pada bapak, ibu, dan saudara sekalian mengerti, memahami apa yang tadi saya sampaikan. Kerja keras dalam suasana ini sangat diperlukan. Kecepatan dalam suasana ini sangat diperlukan," pungkasnya.