Ini yang Bikin Dr. Karina Yakin aaPRP Efektif Sebagai Terapi Pendamping Pasien COVID-19 (Bagian 2)

JAKARTA – Dr. Karina tak sekadar seroang dokter spesialis bedah plastik, rekonstruksi dan estetik, namun dia melanjutkan studi S3 dalam bidang biomedik. Latar belakang keilmuan dan pengalaman menangani pasien yang ingin memperbaiki penampilannya ternyata membuatnya menemukan atau lebih tepatnya mencoba mengaplikasikan metode PRP (platelet rich plasma) untuk melakukan terapi pendamping bagi pasien COVID-19. Apa sebenarnya yang membuat dia yakin kalau PRP yang dalam istilah dia gunakan aaPRP (activated autologos platelet rich plasma) ini bisa membantu pasien COVID-19?

“Secara sederhana aaPRP ini kalau saya sebut  dalam dua kata dia adalah isinya trombosit. Trombosit kita itu mengandung lebih dari 1.100 protein. Maha besar Allah yang sudah menciptakan trombosit dengan kandungan yang begitu banyak protein. Yang kami lakukan di laboratorium adalah memisahkan protein yang ada di dalam trombosit tadi, yang berasal dari satu setengah sendok makan darah pasien. Setelah dipisahkan, darah itu dimasukkan lagi ke tubuh pasien lewat infus. Jadi tidak ada akses baru ya, lewat infus yang sudah ada,” kata saat ditemui di klinik Hayandra, bilangan Kramat, Jakarta Pusat, belum lama berselang. 

Dr. Karina. (Foto; Savic Rabos/DI: Raga-VOI)

Apa yang dilakukan untuk proses pemisahan trombosit ini menurut Dr. dr. Karina, SpBP-RE terbilang sederhana. Yang tidak sederhana adalah proses pemisahan yang benar. “Nanti di akhir proses pemisahan trombosit di aaPRP kami, kalau mau dikembalikan ke tubuh pasien tidak boleh ada lagi trombositnya dan itu harus dibuktikan. Hanya proteinnya saja yang digunakan dan dikembalikan lagi ke tubuh pasien,” jelasnya.

Dr. Karina amat yakin apa yang dia dan tim lakukan dengan mengambil darah pasien sebanyak satu setengah sendok makan, tidak akan mencelakan pasien. “Darah di tubuh kita ini jumlahnya sekitar 5 sampai 6 liter. Kalau diambil satu setengah sendok makan tidak mungkin pasien jadi kekurangan darah. Insya Allah kami tidak mencelakakan pasien dengan tindakan ini,” tandasnya.

Pendamping

Dr. Karina. (Foto; Savic Rabos/DI: Raga-VOI)

Dr. Karina dan timnya melakukan uji klinik fase pertama di ICU RSUD Koja. Ada 10 pasien COVID-19 yang dipilih untuk diberikan aaPRP selain obat standar dari rumah sakit tempat pasien dirawat. Ternyata dari uji klinik fase pertama ini hasilnya menjanjikan. Setelah itu dia melanjutkan pada fase kedua dengan jumlah pasien 20 orang. Dan hasilnya juga menjanjikan. Inilah yang membuat dia yakin kalau aaPRP ini bagus digunakan sebagai terapi pendamping untuk pasien COVID-19. “Selama di ICU pasien yang menggunakan terapi pendamping aaPRP ini ternyata hasilnya menjanjikan,” katanya.

Apa yang dilakukan Karina dan tim dengan menggunakan aaPRP sebagai terapi pendamping untuk pasien COVID-19 adalah yang pertama di dunia. Karena belum ada peneliti sebelumnya yang menggunakan hal ini untuk pasien COVID-19. “Jadi yang baru itu adalah penggunaan aaPRP ini untuk terapi pendamping bagi pasien COVID-19. Kalau PRP atau dalam istilah kami aaPRP itu sudah lama dan sudah sering digunakan dalam dunia kedokteran khususnya dokter ortopedi dan dokter ahli kecantikan,” tandasnya.

Dr. Karina sempat ditanya oleh orang mengapa aaPRP belum ada yang menggunakan untuk terapi pendamping atau terapi lainnya bagi pasien COVID-19? Mendapat pertanyaan seperti ini dia sempat terdiam. “Terus terang saya sempat terdiam mendapat pertanyaan seperti itu. Tapi saya bilang mungkin karena prosesnya yang sederhana itu, jadi belum ada yang terpikir untuk mencoba. Soalnya dibandingkan dengan yang lain seperti stem cell, aaPRP ini lebih sederhana prosesnya,” katanya.

>