Eksklusif, Rosan Roeslani: Olimpiade Tokyo 2020 Capaian Medali Indonesia Meningkat, Peringkat Turun
Kontingen Indonesia sudah merampungkan misinya mengikuti Olimpiade Tokyo 2020. Dari 28 atlet dan 8 cabang olahraga yang diikuti, Indonesia berhasil membawa pulang satu medali emas, satu perak dan tiga perunggu. Rosan Roeslani sebagai Chief de Mission tim Indonesia mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada seluruh atlet yang sudah berjuang, baik yang berhasil membawa pulang medali maupun yang belum berhasil meraih medali. Kepada tim VOI dia berbagi kisah memimpin misi olahraga di ajang olimpiade musim panas yang digelar di ibukota Negeri Matahari Terbit itu.
***
Dalam setiap pertandingan ada yang menang dan ada yang kalah, itu adalah sebuah keniscayaan. Karena itu Rosan Perkasa Roeslani sebagai Kepala Rombongan Tim Indonesia amat memaklumi apa yang sudah diraih oleh tim Indonesia di olimpiade kali ini. Prestasi tim Indonesia jika dibandingkan dengan olimpiade sebelumnya di Rio de Jeneiro 2016 dalam perolehan medali meningkat, namun secara peringkat akhir menurun.
Kepada seluruh atlet Indonesia yang sudah berlaga di pesta olahraga empat tahunan ini, Rosan memang tidak menargetkan perolehan medali dalam jumlah tertentu. Namun yang dia tandaskan adalah berbuat atau berprestasilah yang terbaik untuk bangsa dan negara. “Saya memang tidak menargetkan kepada atlet untuk meraih sekian medali. Cuma yang kami tekankan adalah berbuatlah yang terbaik. Kalau sudah berbuat yang terbaik namun kenyataannya belum dapat medali, ya apa mau dikata. Kali ini tim Indonesia membawa pulang 5 medali. Satu medali emas, satu perak dan tiga perunggu. Dari sisi peringkat Indonesia berada di urutan ke-55. Dibandingkan olimpiade sebelumnya peringkat kita turun (peringkat sebelumnya 46), tapi dari perolehan medali meningkat. Sebelumnya hanya 3 medali (satu emas dan dua perak) sekarang 5 medali,” ujarnya Ketua Umum PB PABSI (Pengurus Besar Persatuan Angkat Besi Seluruh Indonesia) ini.
Medali emas disumbangkan oleh cabor yang sudah tradisi meraih medali di ajang olimpiade. Kali ini cabor bulu tangkis berhasil menyumbang satu medali emas dan satu medali perunggu. Emas diraih pasangan ganda putri Greysia Polii dan Apriani Rahayu sedangkan perunggu oleh tunggal putra Anthony Sinisuka Ginting. Sementara tiga medali lainnya didapat dari cabor angkat besi, Eko Yuli Irawan meraih perak, serta Windy Cantika Aisah dan Erwin Abdullah sama-sama sumbang perunggu.
Kiprah Rosan Roeslani terbilang komplit, sebagai pengusaha bersama sahabatnya Sandiaga Uno dia membangun Recapital, sebuah group yang menaungi beragam bidang usaha. Saat ini ia menjabat sebagai Presiden Direktur Recapital Advisor. Dia juga tercatat sebagai pucuk pimpinan dan komisaris di beberapa perusahaan ternama seperti Visi Media Asia Tbk., (Presiden Komisaris), PT Bumi Resources Tbk., (Presiden Komisaris), PT Selaras Indah Sejati (Presiden Komisaris) dan masih banyak lagi perusahaan dan organisasi profesi yang ia jabat. Rosan pernah menjabat sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia 2015-2021 dan sebagai Wakil Ketua Dewan Penyantun, MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) 2021 – sekarang.
Sebagai Chief de Mission Indonesia di Olimpade Tokyo ia banyak belajar dari hajatan olahraga yang sedianya digelar tahun 2020, namun pandemi corona membuat penyelenggaraannya diundur tahun 2021. Karena pandemi belum berakhir even akbar ini diselenggarakan dengan protokol kesehatan yang ketat. Atlet, official, wasit dan semua yang terlibat dipastikan negatif COVID-19. Saat ketahuan ada yang positif COVID-19 panitia langsung mengambil tindakan, yang bersangkutan tidak bisa ikut.
Selama pertandingannya pun tetap dengan protokol kesehatan ketat. Setiap hari semua yang terlibat melakukan tes PCR. Saat pertandingan berlangsung pun tak melibatkan penonton. Ini adalah olimpiade pertama yang dihelat tanpa penonton di lokasi pertandingan. Penonton acara olimpiade dilakukan dari rumah dan dari negara masing-masing lewat siaran televisi dan livestreaming. Dan jumlah penonton acara olimpiade tercatat sebanyak 6 miliar per menit streaming dan 2,9 miliar tayangan di akun Facebook dan Instagram NBC, demikian dikutip Antara dari AFP dan NBC Sport.
Indonesia yang dalam waktu dekat akan menggelar Pesta Olahraga Nasional (PON XX Papua), menurut Rosan Roeslani bisa belajar banyak dari Tokyo yang sukses menggelar olimpiade di masa pandemi COVID-19. Kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos dan Rifai dari VOI, yang menemuinya di ruang kerjanya Gedung Recapital, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, belum lama berselang. Ia bercerita soal evaluasi keikutsertaan tim Indonesia di ajang olimpiade, pentingnya pembinaan sejak dini agar prestasi bisa diraih dan soal pesta olahraga di masa pandemi yang harus jelas petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Inilah petikan selengkapnya.
Setelah mengikuti olimpiade Tokyo, apa evaluasi Anda?
Tidak ada pembinaan olahraga yang serba instan. Semuanya harus dilakukan secara berkesinambungan. Lihat di cabor bulu tangkis yang terus-menerus melakukan pelatnas. Angkat besi yang saya pimpin juga demikian. Sejak 2016 kita sudah masukkan Windy Cantika Aisah ke pelatnas. Rahmat Abdullah sejak 2015, juga atlet lainnya. Jadi tidak heran kalau hasilnya prestasi di tingkat dunia. Susah kalau baru pelatnas tiga bulan sebelum even.
Apa yang dilakukan untuk menemukan bibit baru?
Kita harus memperbanyak pertandingan, kejuaraan dari tingkat SD, SMP di seluruh Indonesia. Lewat kejuaraan itu kita akan menemukan bibit-bibit baru, lalu kita bina dan dilatih. Melihat negara-negara yang sukses di olimpiade mereka melakukan pembinaan sejak usia SD, bahkan di China dilakukan sejak usia TK.
Tak hanya pembinaan tapi kehidupan atlet juga harus terjamin saat mereka sudah tak berprestasi, seperti apa hal ini disikapi?
Pembinaan di cabor apa saja harus terstruktur dan dimulai sejak dini. Tidak bisa dilakukan mendadak. Pemerintah harus hadir dan memperhatikan nasib para atlet ini. Sejak mereka direkrut menjadi atlet lalu bertanding dan berprestasi hingga hari tuanya. Hidup mereka harus terjamin tak hanya saat berprestasi, tapi juga saat mereka sudah tidak bisa berprestasi lagi. Selama ini ada program PNS untuk atlet yang berprestasi, jadi pendapatan bulanan mereka sudah terjamin. Namun bagi yang tidak mau menjadi PNS hendaknya ada juga bimbingan untuk berwira-usaha yang bisa menjadi tumpuan penghasilan saat sudah tidak aktif sebagai olahragawan dan olahragawati.
Pelajaran apa yang bisa diambil dari tugas sebagai Chief de Mission?
Buat saya ini adalah suatu pengalaman yang sangat sangat luar. Bangga dan haru saat lagu Kebangsaan kita Indonesia Raya berkumdang di ajang olimpiade. Soalnya lagu Indonesia Raya hanya berkumdang dalam dua momen di mancanegara, pertama saat kunjungan kenegaraan Presiden dan kedua saat atlet kita meraih medali emas dalam ajang olahraga. Pengalaman di sana sangat luar biasa, saya juga belajar banyak. Saya juga lebih mengenal atlet dari berbagai cabor, selama ini saya hanya mengenal atlet cabor angkat besi. Kita berbicara kita bertukar pikiran, ternyata mereka juga jenuh. Kepada para atlet saya pesankan untuk memberikan yang terbaik untuk merah putih. Sesuatu yang terbaik itu kan bisa emas, bisa perak, atau perunggu, bisa juga belum mendapatkan medali apa-apa.
Soal protokol kesehatan selama di Tokyo?
Penyelenggaraan olimpiade ini tidak mudah, kenapa ya kita menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Orang Jepang enggak adalah toleransi soal ini. Sebelum berangkat kita 7 hari berturut-turut PCR. Setelah di sana karantina. Lalu tes PCR setiap hari. Deg-deg sekali saat menunggu hasil tes positif atau negatif, jadi bukannya saat pertandingan atau pada saat kita mau dapat medali apa enggak. Soalnya kalau hasilnya positif selesai sudah, tidak boleh bertanding. Kemudian yang sempat kontak juga disisihkan, jadi sia-sia persiapan bertahun-tahun selama ini. Soal makan juga diatur sedemikian rupa, harus menggunakan sarung tangan plastik. Untuk kontingen Indonesia kita makan di lantai 2 pojok. Saya bilang ini bagus juga. Kenapa? kita enggak banyak kontak dengan atlet lain.
Baca juga:
- CdM Rosan Roeslani Nilai Pentingnya Regenerasi Atlet untuk Persiapan Olimpiade
- Olimpiade Masa Pandemi Ubah Peta Kekuatan Negara Peserta, Indonesia Turun 9 Peringkat Dibandingkan 2016
- Usai Timba Pengalaman di Olimpiade Tokyo, Pedayung Muda Mutiara Fokus PON Papua
- BWF Pastikan Greysia/Apriyani Lolos ke WTF 2021 Bali, Peraih Perak dan Perunggu Tetap Jalani Kualifikasi
Apa yang bisa dipelajari dari Tokyo, soalnya kita akan menggelar PON XX di Papua?
Protokol kesehatannya harus jelas. Penerapan prokes tidak boleh ada toleransi. Dan sosialisasinya harus dilakukan jauh hari dan dimengerti oleh semua yang terlibat. Selama di Tokyo kami tidak bisa melakukan kegiatan selain acara olimpiade. Aturan main itu harus jelas. Apakah itu bisa dilakukan? Ya bisa buktinya di Tokyo. Penonton juga tidak ada sama sekali. Dan buat atlet memang ada yang kurang, biasanya dapat energi dari penonton kini tidak. Jadi mereka harus memotivasi diri sendiri. Dan saya lihat selama olimpiade, Jepang melakukan semuanya dengan baik.
Setelah dapat medali atlet kebanjiran bonus, seperti apa Anda melihat hal ini?
Kami amat mengapresiasi semua pihak yang sudah memberikan bonus kepada atlet yang meraih medali. Pemerintah juga memberikan bonus kepada atlet tak hanya yang meraih medali, tapi juga yang tak dapat medali. Saya banyak dihubungi pengusaha yang ingin memberikan bonus. Yang membuat saya juga senang para pelatih dan official juga dapat. Alhamdulillah semua memberikan perhatian pada atlet kita. Yang saya pesankan kepada atlet jangan foya-foya, bonus yang diterima ditabung atau diinvestasikan. Mereka tanya apa investasinya? Saya bilang investasikan pada hal yang bisa dapat bulanan, seperti bikin kontrakan atau kalau bisa bikin usaha seperti restoran. Biasanya atlet membuka usaha apparel cabor yang dia tekuni. Apa saja yang penting bisa menjadi pemasukan rutin, jadi enggak habis.
Untuk olimpiade 2024 di Paris, seperti apa optimisme Anda?
Insya Allah bulu tangkis masih terus bisa menyumbangkan medali yang tertinggi, harapannya kedua memang di angkat besi. Angkat besi saya canangkan untuk mendapatkan medali emas sejak sekarang. Semoga bisa terwujud di Olimpiade Paris 2024. Sekarang pelatnas angkat besi ada 16 orang, dari 16 orang itu hanya 3 yang senior 13 lainnya itu berumur 21. Insya Allah 2004 bisa berprestasi. Semoga cabor lain juga bisa menyumbangkan medali.
Rosan Roeslani, Tak Kenal Kapok Meski Pernah Diterpa Badai
Laut punya daya tarik tersendiri bagi seorang Rosan Roeslani. Dua pekan sudah terlalu lama baginya untuk alpa menyambangi laut. Karena itu di tengah kesibukannya yang menggunung sebagai seorang pengusaha dan pucuk pimpinan berbagai organisasi, dia akan meluangkan waktunya untuk melakukan aktivitas di laut. Meski punya mengalaman mencekam yang nyaris mencelakaan dirinya tak membuatnya berhenti melaut. Jera sejenak iya, setelah itu kembali lagi. Seperti kapok pada pedasnya cabai alias kapok lombok.
Berlayar, menyelam dan berenang adalah hobi yang sudah dilakukannya sejak lama. Lewat aktivitas itu ia menghabiskan waktu liburnya untuk menyatu dengan alam. “Dua minggu sekali saya menyelam dan seminggu bisa empat kali berenang. Itu yang rutin saya lakukan untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, apalagi di masa pandemi seperti sekarang kita harus benar-benar jaga imun,” katanya.
Kenapa berenang? “Menurut dokter saya, berenang itu untuk saya adalah olahraga yang paling sesuai. Seluruh organ tubuh bisa bergerak saat berenang, namun tidak ada yang terbebani. Kalau lari, bulutangkis, basket, atau olahraga lainnya yang biasanya bertumpuh pada lutut, kaki dan persendian. Saya harus menjaga itu semua sekarang. Jadi rekomendasi olahraga buat saya ya berenang dan menyelam. Lebih aman buat lutut, hehehe,” jelasnya.
Ada satu pengalaman yang tak pernah lupa saat berayar dari Singapura menuju Jakarta Desember tahun silam yang selalu terkenang. Saat itu sebenarnya kapten kapal sudah memberitahukan kalau prakiraan cuaca kurang mendukung untuk berlayar, namun Rosan merasa yakin dan abai dengan prakiraan cuaca itu.
“Meski sudah ada peringatan akan terjadi badai, saya minta berlayar, dasar bandel ya. Ternyata benar belum berapa lama berlayar cuaca buruk pun terjadi, waktu itu jam 2 malam. Badai datang, angin kencang dengan dengan kecepatan 40 knot dan ombak yang tinggi. Saya terbangun dan kapal oleng saat itu, seluruh isi kapal sudah parak-poranda. Ombak sudah tinggi sekali. Saya, kakak saya dan kapten sudah menggunakan jaket keselamatan untuk menghadapi keadaan terburuk. Pokoknya saat itu kita sudah pasrah, saya berdoa semoga ada keajaiban. Alhamdulillah kami bisa melewati badai itu dengan selamat,” kenangnya.
Menurut Rosan Perkasa Roeslani dilanda badai seperti itu adalah pengalaman yang tak pernah terlupakan selama dirinya melakoni aktivitas berlayar di laut. Tapi apakah kapok dengan kegiatan melaut? “Enggak tu, setelah itu ke laut lagi dan ke laut lagi. Namanya anak pantai, ya kapok sebentar saja setelah itu kembali lagi melaut dan berlayar,” sambungnya.
Istrinya tahu benar kalau Rosan akan gelisah kalau sudah dua pekan engga mencium bau laut. “Wah ini kayaknya sudah lama engga mencium bau laut,” begitu ia menirukan perkataan istrinya: AA. Ayu Manik Mulyaheni, kalau sudah lama tak melaut.
Bukan tanpa alasan mengapa mantan Ketua Umum KADIN Indonesia ini suka sekali dengan menyelam. Keindahan alam bawah laut mampu membuatnya terpesona dan pengin menikmati lagi dan lagi. Itu yang membuatnya seperti tak mau lepas dari kegiatan menyelam. Apalagi Indonesia negara kepuluan yang memiliki banyak titik penyelaman menarik dan menjadi incaran para penyelam nusantara dan manca negara.
Sepulang dari Jepang melaksanakan tugas sebagai Kepala Delegasi Indonesia di Olimpiade Tokyo, Rosan langsung menyelam di daerah Kepulauan Seribu. “Setelah pulang dari Jepang saya menyelam di daerah yang dekat dulu, Kepulauan Seribu,” kata Rosan Roeslani.
Derawan, Maratua, Labuhan Bajo dan dan lokasi penyelaman lainnya yang sudah tersohor sudah disambanginya. “Habis hobi ya, gimana lagi, meski jauh dan memerlukan waktu yang tak sedikit dilakoni juga kegiatan menyelam,” katanya.
Kapal besar dan kecil sudah biasa dia gunakan. Bahkan Rosan bisa bertahan sepekan kalau sudah berlayar. “Saya pernah sepekan berada di laut. Menyelam ke beberapa titik dan lokasi berbeda. Karena hobi tadi saya memang menikmati sekali kalau sudah di laut. Dan kebiasaan ini ternyata menular ke anak-anak saya. Mereka juga senang dengan aktivitas yang berhubungan dengan laut,” kata ayah dari Raisyah Saraswati Roeslani, Razan Satya Roeslani dan Ranisya Savitri Roeslani ini.
Potensi Laut
Indonesia sebagai negara kepulauan, kata peraih gelar Bachelor of Science Bidang Administrasi Bisnis dari Oklahoma State University (USA) dan Master of Business Administration dari European University, Antwerpen (Belgia) ini, memiliki banyak sekali potensi. Namun sayang semua itu belum diolah secara optimal.
“Potensi laut itu mulai dari sumbedaya alam sampai pariwisatanya. Ini belum diolah. Kita bercermin pada negara tetangga seperti Singapura saja, yang tak punya potensi laut sekaya kita mereka punya dermaga kapal bertarap internasional ada 4 untuk kapan pesiar besar dan kecil dan sebagainya. Kita mana? Mustinya untuk negara besar seperti Indonesia itu 10 minimal,” katanya.
Perlu infrastruktur yang dibangun untuk mendukung sektor pariwisata laut yang ada. Dari segi regulasi kepemilikan kapal juga lebih banyak yang berbedera Singapura atau Malaysia. Ini karena regulasinya yang rumit di Indonesia. “Ini kan sayang, coba kalau bisa berbendera Indonesia,” lanjutnya.
Sebentar lagi Rosan Roeslani akan menjakankan tugas sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Mengapa justru menerima tugas sebagai Dubes, bukan Menteri yang sempat ditawarkan kepada Anda? “Ini suatu yang baru dan tantangan tersendiri buat saya. Saya juga ingin juga berkontribusi untuk negara ini lewat jalur diplomasi dengan jabatan sebagai Duta Besar. Semoga saya bisa menjalankan tugas negara ini dengan baik,” pungkasnya Rosan yang dalam waktu dekat akan menempati posnya di Washington DC, Amerika Serikat.
“Tidak ada pembinaan olahraga yang serba instan. Semuanya harus dilakukan secara berkesinambungan. Lihat di cabor bulu tangkis yang terus-menerus melakukan pelatnas. Angkat besi yang saya pimpin juga demikian. Sejak 2016 kita sudah masukkan Windy Cantika Aisah ke pelatnas. Rahmat Abdullah sejak 2015. Jadi tidak heran kalau hasilnya prestasi di tingkat dunia. Susah kalau baru pelatnas tiga bulan sebelum even,”