Menolak DWP dengan Bakar Ban dan Bikin Macet
JAKARTA - Kantor Gubernur DKI Anies Baswedan digeruduk lagi. Sore ini, Gerakan Pemuda Islam (GPI) menggelar aksi unjuk rasa penolakan acara Djakarta Warehouse Project (DWP) 2019 di depan Balai Kota, Jakarta Pusat. Kemarin, massa dengan nama Gerakan Pribumi Indonesia (GEPRINDO)juga menuntut hal yang sama.
Rombongan kali ini membawa satu mobil komando, lengkap dengan alat pengeras suara. Bekal lain yang mereka bawa adalah spanduk yang dibentangkan di gerbang Balai Kota, bendera logo GPI, dan beberapa ban mobil.
Sekitar pukul 14.30 WIB, massa kebanyakan masih remaja ini berbaris dan membentangkan spanduk penolakan, bertuliskan "Tolak Konser Maksiat DWP, Free Sex, Narcotic, Alcohol". Korlap Aksi Ketum GPI Jakarta Raya, Rahmat Himran mulai berorasi.
"Kami minta kepada gubernur DKI Jakarta tolong dipikirkan secara matang, bijak dan profesional dan perlu dipertimbangkan apa asas manfaat kegiatan ini. Kami minta kegiatan ini dihentikan. Sebelum kami membatalkan di TKP," tutur Rahmat di lokasi, Kamis, 12 Desember.
Sesekali, massa menaiki gerbang gedung Balai Kota, sebelum diminta turun oleh para petugas pamdal Balai Kota dan aparat kepolisian berjaga di sekitar gerbang.
Rahmat menyatakan, pihaknya ingin bernegosiasi dengan Anies untuk menyampaikan aspirasi mereka. Namun, pada saat yang sama Anies sedang berkegiatan di Ruang Pola, Gedung Balai Kota. Akhirnya, negosiasi tidak dilakukan.
Namun, aksi tidak berhenti sampai di situ. Massa menyandarkan ban di gerbang dan membakar ban tersebut. Asap hitam bergumul tinggi ke udara. Bau asap ban menyeruak hingga radius 30 meter.
Melihat api menjalar ke gerbang Balai Kota, Rahmat mengingatkan mereka untuk menjauhi ban dari gerbang. Menuruti sang orator, massa menggeser ban ke tempat yang lebih aman. Petugas pamdal langsung mematikan api menggunakan alat pemadam.
Meski berkabut asap, semangat massa tak surut. Mereka sampai memukul-mukul ban menggunakan gagang bendera yang dipegang.
"Jangan mukul (ban) pakai bendera, kawan-kawan. Itu bendera kita, nanti rusak," seru Rahmat.
Tak lama, orator meminta massa membentangkan spanduk di tengah Jalan Medan Merdeka Selatan. Kondisi lalu lintas menjadi tersendat, menjalar hingga ke kawasan Tugu Tani. Aparat kepolisian langsung mengatur lalu lintas yang tinggal tersisa satu jalur.
Semakin sore, massa GPI memutuskan untuk meninggalkan lokasi. Aksi mereka tak ada hasilnya karena tak ada proses negosiasi kepada Pemprov DKI.
Baca juga:
Sebelumnya, Anies ditanya soal pemberian izin penyelenggaraan DWP. Namun, ia enggan berkomentar. Anies malah melepas tangan dan meminta bertanya kepada anak buahnya.
"Saya enggak berkomentar. Tanya ke Dinas Pariwisata," ujar Anies.
Terpisah, Plt Kepala Dinas Pariwisata Alberto Ali mengaku Pemprov DKI menerima cukup banyak kritikan dan masukan dari warga terkait pelaksanaan sepuluh kegiatan DWP di tahun-tahun sebelumnya.
Namun, izin penyelenggaraan DWP tetap diberikan. Dengan catatan, ada ketentuan khusus yang harus dipatuhi penyelenggara.
"Panitia juga berjanji kepada Pemprov DKI Jakarta untuk memastikan kegiatan tersebut bebas dari penggunaan narkoba dan zat adiktif lainnya," tutur Alberto.
Jika janji dari pihak panitia pelaksana DWP 2019 dilanggar, maka Pemprov DKI Jakarta akan bertindak tegas termasuk di dalamnya bisa mencabut izin kegiatan.
Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Anies didemo masalah konser musik tahunan yang bakal digelar di Kemayoran, Jakarta Pusat tersebut. Pada tahun 2017, Anies mendapat tekanan dari sejumlah ormas untuk membatalkan konser DWP.
Kala itu, massa pendemo menilai acara tersebut hanya berisikan agenda kemaksiatan. Dengan keluarnya izin acara tersebut, Anies dianggap mendukung penjualan minuman keras (alkohol) yang disediakan dalam konser.
Namun, acara yang digelar dua tahun lalu itu tetap berjalan. Dengan catatan, Anies memerintahkan Dinas Pariwisata, Satpol PP dan Kepolisian untuk mengawasi jalannya acara.
Tahun 2018, DWP tak digelar di Jakarta, melainkan di Bali. Tak adanya konser musik tahunan tersebut, DKI kehilangan miliaran pendapatan. Hal ini diakui oleh Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) Faisal Syafruddin.
"Salah satu faktor penurunan pendapatan itu contohnya tak digelarnya DWP di Jakarta. Yang sebelumnya adanya di Kemayoran, pindah ke Bali. Potensinya penurunan pendapatannya kurang lebih Rp6 miliar," ungkap Faisal.
Terlebih, saat ini, DPRD DKI mendesak BPRD untuk menggenjot pendapatan sektor pajak untuk bertambah sebanyak Rp800 miliar dari prediksi awal Rp87,1 triliun. Oleh karenanya, konser-konser besar seperti ini memang dibutuhkan DKI untuk menambah pendapatan daerah.