Arief Poyuono: Percuma PPHN Kalau Presiden Tetap 2 Periode

JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Arief Poyuono, menilai kehadiran Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sangat dibutuhkan untuk menjadi pembimbing arah kebangkitan Indonesia dalam mengejar ketertinggalan. Namun, kata dia, PPHN akan sia-sia jika masa jabatan presiden hanya 2 periode saja. 

“Percuma ada PPHN kalau presiden hanya 2 periode” ujar Arief, Rabu, 18 Agustus.

 

Pasalnya, lanjut Arief, kehadiran PPHN akan membuat presiden terpilih melaporkan setiap kemajuan yang berhasil diraihnya sesuai dengan haluan yang sudah dimandatkan MPR RI.

 

Tetapi, kata dia, PPHN akan menjadi percuma jika presiden sebagai mandatoris tidak mampu melaksanakan yang sudah digariskan. Termasuk melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

"Semakin sulit lagi, jika aturan presiden hanya bisa menjabat selama 2 periode dengan masing-masing periode 5 tahun belum diubah," katanya.

 

Menurut Arief, aturan 2 periode justru membuat presiden sulit mendapatkan kepercayaan. Sebab, kepemimpinan yang solid baru bisa tercipta di periode kedua.

"Itupun dalam 5 tahun periode kedua butuh waktu 2 tahun untuk memulai. Kemudian mendapatkan dukungan penuh dalam dan luar negeri,” tegasnya.

Sementara saat pembangunan baru bisa berjalan di tahun ketiga periode kedua, kata Arief, isu pemilu sudah datang dan merusak konsolidasi yang dibangun pemerintah. Kondisi tersebut, membuat investor tidak punya jaminan pemerintahan yang solid dalam pembangunan.

"Katakan investor baru masuk tahun ke 2, masak cuma kerjasama dalam 2 tahun. Belum ada untung, pemerintahan sudah goyang karena tahun keempat sudah persiapan pemilu," ucapnya.

Arief kembali menekankan, bahwa PPHN sangat penting. Akan tetapi yang lebih penting dari itu adalah presiden yang melaksanakannya harus diberikan kesempatan waktu yang rasional untuk bisa melaksanakannya.

"PPHN hanya bisa berjalan oleh presiden yang kuat, tidak KKN dan pro rakyat. Tapi 2 periode tidak akan cukup untuk membangun kepercayaan investor," tandasnya.

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo, menilai perlu ada perubahan Undang-Undang Dasar untuk mewadahi Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN). Karena itu, diperlukan amandemen secara terbatas terhadap UUD NRI 1945 khususnya penambahan wewenang MPR guna menetapkan PPHN. 

“Proses perubahan UUD sesuai Ketentuan Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 memilki persyaratan dan mekansime yang ketat. Oleh karenanya perubahan UUD hanya bisa dilakukan terhadap pasal yang diusulkan untuk diubah disertai dengan alasannya," ujar Bambang Soesatyo dalam pidato pengantar Sidang Tahunan MPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Jakarta, Senin, 16 Agustus.