Pejabat di Bali Jadi Tersangka Korupsi Dana Upacara Adat dan Sesajen Rp1 Miliar
DENPASAR - Seorang pejabat Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, Bali, berinisial IGM, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar.
IGM ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Bantuan Keuangan Khusus (BKK) untuk pengadaan aci-aci atau peralatan upacara adat berupa aci-aci dan sesajen pada banjar adat tingkat kelurahan se-Kota Denpasar, Bali.
"Penetapan tersangka IGM berdasarkan surat penetapan tersangka Nomor: 01/N.1.10/Fd.1/08/2021 tanggal 5 Agustus 2021," kata Kepala Kejari Denpasar, Yuliana Sagala, Kamis, 5 Agustus.
Dalam kasus tersebut, tersangka IGM merupakan Pengguna Anggaran (PA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam kegiatan yang sumber dananya dari APBD Kota Denpasar dan APBD Pemerintah Provinsi Bali tahun anggaran 2019/2020.
Penetapan status tersangka dilakukan setelah tim penyidik Kejari Denpasar memeriksa ratusan saksi mulai dari unsur pemerintahan sampai para juru adat, dan pengumpulan data sejak dikeluarkan SPDP tanggal 16 April 2021.
Kemudian, setelah membaca laporan hasil penyidikan serta dilakukan ekspose perkara disimpulkan telah ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup yaitu minimal 2 alat bukti sebagaimana dimaksud pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Kasus korupsi diduga terjadi tahun 2019-2021 dengan modus mengalihkan kegiatan dari pengadaan barang jasa menjadi penyerahan uang yang disertai adanya pemotongan bagi fee rekanan.
"Dengan modus operandi, tersangka selaku PA dan PPK tidak melaksanakan ketentuan pengadaan barang (atau) jasa pemerintah dan pengelolaan keuangan negara (atau) daerah yang efektif dan efesien," imbuh Yuliana.
Baca juga:
Selain itu, tersangka selaku PPK tidak membuat rencana umum pengadaan, memecah kegiatan, melakukan penunjukan langsung tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan pembuatan dokumen pengadaan fiktif.
"Bahwa akibat perbuatan tersangka tersebut, terdapat potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp 1 miliar lebih," ujar Yuliana.
Tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 atau Pasal 12 huruf f UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.