Sri Mulyani Tegaskan Literasi Keuangan Efektif Cegah Potensi Kejahatan Aset

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan bahwa literasi keuangan sangat penting untuk mencegah tindak kejahatan di sektor ini. Menurut dia, hal tersebut bisa menjadi benteng pemahaman bagi masyarakat agar tidak terjebak dalam praktik investasi yang menyesatkan.

Dalam catatan Menkeu, indeks inklusi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 76,19 persen. Besaran ini disebutnya masih jauh dari kata aman sehingga perlu upaya lebih keras agar bisa menangkal potensi kejahatan keuangan.

“Kita memiliki indeks inklusi keuangan sebesar 76,19 persen dan ini masih perlu ditingkatkan. Sebab, kalau masyarakat Indonesia memiliki pemahaman keuangan yang baik maka mereka bisa menentukan dan menjaga kesejahteraan aset yang dimiliki,” ujarnya secara daring saat menjadi pembicara kunci di pembukaan Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (Like It), Selasa, 3 Agustus.

Menkeu menambahkan, melalui kemampuan pemahaman secara benar maka masyarakat dapat dengan cermat menentukan instrumen investasi maupun produk keuangan apa yang bakal dipilih. Hal tersebut juga akan membuat setiap orang dapat berpikir lebih jernih dan tidak hanya berpatokan pada aspek imbal hasil tertentu saja.

“Mereka nantinya tidak akan mudah diiming-imingi oleh instrumen-instrumen yang kelihatannya sangat menarik namun sebenarnya sangat berbahaya dan kemudian kehilangan seluruh uangnya. Ini yang sering terjadi, masyarakat diberikan janji-janji dalam bentuk rate of return atau dalam bentuk yang lain, tapi ternyata uangnya hilang, dan itu adalah suatu kejahatan,” tutur dia.

Ke depan, pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta pelaku industri akan terus melakukan langkah strategis guna mewujudkan perluasan literasi di masyarakat.

“Tentu kami dan otoritas seperti OJK maupun pelaku usaha akan melakukan langkah-langkah strategis. Pemerintah berharap peningkatan indeks inklusi keuangan bisa mencapai 90 persen pada 2024 mendatang,” tegasnya.

Adapun, salah satu bentuk konkrit dalam mewujudkan hal tersebut adalah dengan menggulirkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Skema intermediasi ini dipercaya dapat memberikan efek signifikan kepada masyarakat, khususnya kalangan akar rumput, yang baru pertama kali bersentuhan dengan lembaga keuangan resmi seperti bank.

Strategi itu sekaligus bentuk kehadiran negara dalam menjaga masyarakat agar tidak terjebak pada instrumen keuangan yang merugikan.

“Maka pemerintah mendukung KUR, yaitu kredit yang diberikan kepada masyarakat luas utamanya kelompok yang sangat membutuhkan, yaitu usaha super mikro, mikro, dan mikro menengah. Melalui program ini pemerintah juga memberikan bantuan subsidi bunga untuk memastikan bahwa kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat dapat terus berjalan,” tutup Menkeu Sri Mulyani.