Misteri Kasus Kematian Puluhan Kucing di Pulau Kucing

JAKARTA - Polisi Jepang sedang menginvestigasi kasus kematian kucing secara misterius di Umashima. Pulau itu dikenal sebagai rumahnya para kucing karena populasinya yang banyak. Penelusuran tersebut mengarah kepada dugaan pria tua yang sengaja membawa makanan beracun.

Pulau kecil Umashima yang jaraknya sekitar 10 km dari pelabuhan Kokura di Kyushu utara santer diperbincangkan karena banyak dihuni oleh kucing daripada manusia. Mengutip SCMP, pulau itu dihuni sebanyak 30 manusia dan sekitar 100 kucing yang semuanya bebas berkeliaran. 

Belakangan ini Pulau Umashima dan Aoshima yang letaknya berdekatan menjadi tempat yang ramai dikunjungi wisatawan karena memiliki populasi kucing yang tinggi. Tempat ini sangat populer di media sosial karena Instagrammable.

Kasus kematian kucing secara misterius pertama kali dilaporkan pada September 2017. Jumlah kucing berkurang sekitar 30 ekor dalam dua tahun kemudian. 

LSM pelindung hewan yang berbasis di Fukuoka, SCAT, turut serta mencari tahu sebab kematian kucing, setelah sekitar 40 kucing ditemukan mati. Mereka menerima banyak laporan adanya temuan ikan dengan warna kebiruan bergeletakan di sekitar pulau. 

Menurut temuan SCATD, diduga kucing yang memakan ikan tersebut langsung pingsan dan mulutnya berbusa sebelum mati. Laporan serupa juga datang dari LSM yang bergerak di bidang yang sama bernama Taisetsuna Nekotachi. Mereka lalu melaporkan temuannya kepada polisi setempat Oktober lalu.

Perlahan tapi pasti misteri kematian kucing mulai terungkap. Investigasi dari seorang wartawan surat kabar The Mainichi melihat ada seorang pria tua mengeluarkan makanan. Ia lantas mewawancara orang tersebut. 

Menurut laporannya, pria yang diketahui berusia 80 tahun itu sengaja meninggalkan makanan beracun untuk membunuh burung gagak. Pria yang berasal dari kota Kitakyushu itu membantah bahwa ia memberikan makanan itu untuk kucing. 

Sementara itu polisi sudah memberikan laporan kasus ini ke jaksa pada 5 Juni dan pria tua itu diperkirakan akan didakwa melanggar sejumlah peraturan perlindungan hewan. "Undang-undang perlindungan hewan yang direvisi mulai berlaku pada 1 Juni dengan hukuman yang lebih berat," kata direktur SCAT Sachie Yamazaki kepada The Mainichi.

"Saya berharap konsekuensi dari kasus ini akan mencegahan lebih banyak pelaku kejahatan kepada hewan," kata Yamazaki.