KPK Telisik Pembahasan Anggaran dan Aliran Uang Terkait Pengadaan Tanah Munjul
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta pada 2019. Mereka saat ini tengah menelisik aliran uang ke sejumlah pihak terkait.
Selain itu, KPK juga mendalami lebih jauh tentang dugaan pembahasan anggaran yang berujung pada terjadinya tindak rasuah. Hal ini diketahui usai pemanggilan Plt Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Indra Sukmono dan dua orang lainnya pada Senin, 26 Juli kemarin.
Dua saksi lainnya itu adalah Senior Manajer Divisi Pertanahan dan Hukum Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yadi Robi dan Staf Divisi Umum Perumda Pembangunan Sarana Jaya Rahmat T.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan adanya pembahasan anggaran dan adanya aliran sejumlah uang pada pihak-pihak tertentu terkait pengadaan pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 27 Juli.
Baca juga:
- Berkas Kasus Korupsi Tanah Munjul Belum Rampung, Penahanan Eks Anak Buah Anies Baswedan Diperpanjang KPK
- Kapan KPK Panggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah Munjul?
- Anies Bakal Dipanggil KPK Terkait Korupsi Lahan, Wagub: Saya Yakin Pak Anies Tak Terlibat
- Pelanggar Prokes DKI Kena Pidana Dinilai Pengalihan Pemerintah Gagal Tanggung Jawab Penuhi Kebutuhan Warganya
Sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini yaitu Direktur dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo yaitu Tommy Adrian serta Anja Runtuwene, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar.
Selain itu, KPK juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korupsi korporasi.
Kasus ini bermula saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah. Selanjutnya, perusahaan milik daerah ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama.
Akibat kasus ini, negara merugi hingga Rp152,5 miliar. Komisi antirasuah menduga uang dari dugaan korupsi ini digunakan untuk membiayai kebutuhan pribadi para tersangka.