Dari 9 Sektor Ekonomi yang Boleh Beroperasi saat Pagebluk COVID-19, Hanya 3 yang Risikonya Kecil
JAKARTA - Pemerintah Pusat berencana membuka kembali 9 sektor perekonomian di masa pagebluk COVID-19. Adapun 9 sektor ekonomi tersebut adalah pertambangan, perminyakan, industri, konstruksi, perkebunan, pertanian dan peternakan, perikanan, logistik, dan transportasi.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Berly Martawardaya mengatakan, pemerintah sudah melakukan kajian dengan membuat 3 kriteria yang berisiko penyebaran COVID-19 terhadap sektor-sektor ekonomi yang akan dibuka tersebut. Adapun 3 kriteria tersebut adalah berada di ruangan yang tertutup, ada keramaian, dan interaksi dekat.
Menurut Berly, dari 9 sektor yang akan dibuka, hanya perkebunan, pertanian dan peternakan, serta perikanan, yang dianggap memenuhi kriteria tersebut.
Sementara, sektor lain tidak memenuhi kriteria. Semisal, pertambangan dan perminyakan karena pola kerjanya berada di ruang tertutup.
"Ada kategori yang di dalam ruangan, seperti pertambangan dan perminyakan itu kan ada komponen yang di dalam ruangan juga," ucap Berly di Graha BNPB, Jakarta, Selasa, 9 Juni.
Kemudian, sektor logistik dan transportasi juga berisiko. Sebab, sektor ekonomi ini memiliki dua pola kerja, yaitu di dalam dan luar ruangan. Karenanya, perlu ada penerapan protokol kesehatan yang tegas untuk dua sektor ekonomi ini.
"Mungkin harus ada protokol kesehatan tambahan," kata Berly.
Selanjutnya, yang paling berisiko adalah sektor industri. Sebab, sektor ini memiliki tiga kriteria risiko penyebaran COVID-19, yaitu berada di ruangan tertutup, ada keramaian dan interaksi dekat.
"Pabrik-pabrik yang ada mesin, itu biasanya di desain sangat rapat. Sehingga untuk yang sektor indistri harus lebih ketat (pengawasan). Dan pabrik-pabrik harus menerapakan protokolnya, mendesain pabriknya apa kah harus dilakukan perubahan atau tidak. Jadi jangan disamakan yang sembilan itu," papar Berly.
Yang paling butuh perhatian adalah sektor pariwisata
Tapi di luar 9 sektor ekonomi itu, menurut Barly, sektor parawisata adalah yang paling tinggi potensinya dalam penyebaran COVID-19. Sehingga, butuh perhatian ekstra dari pemerintah pusat ataupun daerah untuk membatu membangkitkannya.
"Yang masih high risk ya tourism, hotel dan restoran. Itu fokus bantuan sosial dari pusat dan baik provinsi kabupaten/kota ya memang harusnya ke sana," tegas Berly.
Ketika sektor pariwisata dibuka, bukan tak mungkin jumlah kasus positif COVID-19 akan semakin meningkat dan sulit dikendalikan. Meskipun, sudah dikeluarkan kebijakan pengurangan 50 persen dari kapasitas, hal itu dinilai tidak akan berdampak besar.
"Karena memang terlalu berbahaya kalau mereka (sektor pariwisata) dibuka saat ini, bahkan dengan 50 persen kapasitas masih terlalu riskan," kata Berly.
Karenaya, sektor pariwisata mesti diberikan bantuan. Bantuan tersebut bisa dengan pelatihan atau pembinaan agar para pelaku usaha di bidang ini pindah ke sektor lainnya. Dengan begitu, mereka tidak terlalu kesulitan ekonomi.
"Mungkin perlu dilakukan pelatihan-pelatihan untuk bisa pindah ke sektor lain, karena masih perlu waktu beberapa bulan lagi. Jangan dibiarkan mereka kesulitan secara ekonomi atau bahkan kemudian kelaparan," pungkas Berly.