DPRD DKI Tak Puas Jumlah TGUPP Dipangkas
JAKARTA - Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI dipermasalahkan lagi. Dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD bersama Pemprov DKI, Ketua Banggar DKI Prasetio Edi Marsudi menyinggung soal adanya anggota TGUPP bernama Haryadi yang merangkap jabatan.
Rangkap jabatan ini sebelumnya terbongkar dalam rapat penyisiran anggaran Komisi E DPRD DKI pada Minggu, 8 Desember. Saat itu, ditemukan dana yang dianggarkan untuk Dewan Pengawas RSUD Koja sejumlah Rp211 juta untuk satu tim dewan pengawas dalam satu tahun. Di sana tertera nama Achmad Haryadi yang dipastikan juga menjadi anggota TGUPP.
Tak hanya itu, ternyata Haryadi menjadi Dewan Pengawas untuk tujuh RSUD di Jakarta. Tujuh RSUD itu adalah RSUD Koja, RSUD Cengkareng, RSUD Tarakan, RSUD Pasar Minggu, RSUD Pasar Rebo, RSUD Budi Asih, dan RSUD Duren Sawit.
"(TGUPP) sudah jadi pos baru di pemerintahan daerah. Ada lagi TGUPP mendobel di Pemda. Pak Hariyadi di dewan pengawas rumah sakit," tutur Prasetio di gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin, 9 Desember malam.
Karena itu, Prasetio menganggap banyak orang lain yang kinerjanya lebih baik untuk menggantikan Haryadi. Ia menyampaikan hal itu langsung kepada Sekretaris Daerah Saefullah saat rapat berlangsung.
"Masih banyak, Pak Sekda, teman-teman kita ASN ini yang mau pensiun yang pintar-pintar, tenaga masih bisa dipergunakan, tolong itu yang dipakai," ucap dia.
Anggota Fraksi PSI Viani Limardi turut menyayangkan kinerja dari tim khusus Gubernur DKI Anies Baswedan ini. TGUPP, seharusnya bertugas untuk menyerap aspirasi masyarakat. Namun, Viani mengklaim banyak menerima keluhan dari masyarakat bahwa Pemprov DKI sangat lamban menanggapi laporan mereka .
“Setahu saya, TGUPP untuk mempercepat. Tapi keluhan warga yang datang ke PSI mereka sudah berusaha menyurat tapi berbulan-bulan belum direspons,” ungkap Viani.
Ketua Fraksi PDIP Gembong Warsono juga menyatakan tak setuju dengan adanya penganggaran TGUPP daam APBD untuk TGUPP karena dikhawatirkan membuat tidak harmonis.
Gembong pun menyarankan anggaran untuk TGUPP di APBD 2020 dihapuskan. Karena menurutnya jika menggunakan APBD, maka dikhawatirkan menyebabkan polemik.
"Kalau sangat membutuhkan TGUPP silakan gunakan dana operasional saja, toh jumlahnya besar," kata Gembong.
Tapi, ada juga sedikit pembelaan dari anggota fraksi Gerindra Andyka. Ia mengatakan bahwa fraksinya hanya ingin ada perbaikan di dalam Peraturan Gubernur tentang TGUPP. Namun, ia menolak andai seluruh dananya dicabut.
"Kalau pohon, rantingnya saja yang dipotong, jangan semua. Saya mendukung anggaran untuk TGUPP. Hanya kalau ada sistem pertanggungjawaban ya itu yang harus diperbaiki," ujar dia.
Pembahasan soal TGUPP dalam Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI memakan waktu berjam-jam. Sejak sore hingga berganti malam pembahasan dalam Banggar terpaku pada TGUPP. Bahkan, terhitung ada 17 anggota DPRD dari berbagai fraksi yang menanggapi isu ini.
Sampai akhirnya, Ketua Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi memangkas hanya anggaran untuk 50 anggota TGUPP dari total 67 orang. Jadi, anggota TGUPP yang rangkap jabatan dan kinerjanya tak maksimal harus diberhentikan.
"Dengan mengucapkan bismillah saya putuskan TGUPP menjadi 50 orang," kata Prasetio.
"Tolong, Pak Sekda, (TGUPP) diganti yang double job. Yang tidak aktif juga bisa dikurangi lagi, mungkin bisa jadi berkurang (dari 50 orang)," lanjut dia.
Keputusan Prasetio ditolak oleh anggota Badan Anggaran yang juga Ketua Fraksi PDI-P Gembong Warsono. Gembong menginginkan anggaran yang disetujui paling banyak untuk gaji 17 orang.
Namun, partai lain seperti Gerindra, PKS, dan PAN yang menyetujui pemangkasan TGUPP seperti yang diajukan Prasetio. Oleh karenanya, Prasetio tetap memutuskan jumlah anggota TGUPP menjadi 50 orang.
"Banyak fraksi udah minta (jumlah anggota) sekian. Fraksi ini minta sekian. Ini bukan masalah nilai dan angkanya pak, tapi efisiensi kepada manusianya," pungkasnya.