Review I, Will, dan Survive: Bukan untuk Hiburan, Trilogi Ini Menyisakan Rasa Pedih dan Pilu

JAKARTA - Lewat film trilogi thriller bertajuk I, Will, dan Survive, Anggy umbara menawarkan konsep baru di film Indonesia. Film trilogi ini menggandeng beberapa aktor dan aktris kenamaan Indonesia, seperti Omar Daniel, Morgan Oey, Onadio Leonardo, Anggika Bolsterli, dan Amanda Rigby. Ketiga film tersebut memiliki cerita yang saling berkaitan, tetapi mengambil sudut pandang yang berbeda.

Film I berfokus pada kisah Sanjaya (Omar Daniel) yang tak pernah putus asa mencari keberadaan sang istri, Mila (Amanda Rigby), yang sudah menghilang selama berbulan-bulan. Saat keluarga Mila sudah menyerah untuk menemukannya, dia mendesak polisi untuk terus mencari karena percaya sang istri masih hidup di suatu tempat. Namun, harapannya dipatahkan setelah mendengar kabar dari kepolisian bahwa Mila ditemukan dalam keadaan tak bernyawa dengan tubuh yang sudah terpotong-potong.

Saat masih terpuruk karena kehilangan istri yang sangat dicintainya, Sanjaya mendengar cerita dari rekan kerjanya mengenai petrus (penembak misterius) yang menghukum orang-orang bersalah dengan caranya sendiri. Dilandasi rasa amarah dan dendam, Sanjaya pun menjadi penembak jitu berbekal bakat dan senapan yang diturunkan dari ayahnya. Dia membunuh orang-orang yang menurutnya berdosa tanpa mengenal kata ampun, mulai dari pembegal hingga koruptor.

Sementara itu, Will menyorot kehidupan rumah tangga Andra (Morgan Oey) dan Vina (Anggika Bolsterli) yang berada di ujung tanduk. Sikap Vina yang cuek tak jarang membuat Andra keki hingga memutuskan untuk melampiaskannya dengan bersepeda seorang diri di medan yang terjal dan berbahaya. Namun sayangnya, perjalanan Andra tak berjalan mulus karena dirinya terjatuh di tengah hutan dan mengalami patah tulang. Dia mencoba memutar otak agar bisa bertahan hidup.

Film Survive memiliki benang merah dengan film I dan Willl dengan mengambil sudut pandang dari Dani (Onadio Leonardo), sahabat sekaligus rekan kerja Sanjaya dan teman Andra yang sebelumnya juga dimunculkan dalam film I dan Will. 

Ternyata, Dani adalah dalang di balik menghilangnya Mila dan Vina. Dia menculik, menyekap, serta menyiksa Mila dan Vina yang menurutnya melakukan dosa besar hingga pantas untuk mendapatkan hal itu.

Di tengah-tengah aksi brutalnya, akan ditampilkan kilas balik masa kecil Dani yang membuatnya bisa tumbuh menjadi seorang psikopat. Dia selalu dicekoki oleh sang ayah dengan ajaran yang menyesatkan bahwa laki-laki harus superior daripada perempuan dan perempuan yang melakukan dosa pantas untuk dihukum. Karena tumbuh dengan melihat sang ayah menyiksa ibu tirinya, jiwa psikopat dalam diri Dani pun perlahan mulai muncul dan mengalahkan nuraninya.

Film thiller yang menimbulkan rasa takut saat menonton mungkin sudah biasa. Tak banyak film yang bisa menimbulkan rasa yang tertinggal usai menonton. Film Trilogi I, Will, dan Survive memberikan rasa menyekat, pedih, dan pilu usai menontonnya. 

Ada bagian-bagian gelap yang tidak bisa diutarakan dalam masyarakat secara terbuka, tetapi ditampilkan secara vulgar dengan kata-kata kasar dan adegan sadis tanpa sensor.  

Film ini menawarkan aktivitas-aktivitas yang jarang diambil sebagai peran di film Indonesia sehingga terasa segar. Dengan menembus norma dengan menjelaskan persoalan yang terjadi di masyarakat secara terbuka, film ini juga memberi sensasi baru saat menonton. Mungkin karena penayangan di OTT lebih bebas, sehingga Anggy Umbara bisa maksimal dalam memberikan adegan-adegan penyiksaan, pemerkosaan, hingga membuat penonton merasa terteror saat menontonnya.

Sutradara Anggy Umbara yang juga menjadi penulis cerita nampaknya ingin mengajukan kritik sosial sekaligus pengingat bagi penontonnya. Persoalan kejahatan seksual, penghilangan nyawa orang oleh penembak misterius, kurangnya perhatian orang tua dalam tumbuh kembang anak, hingga perselingkuhan dalam keluarga disajikan secara bergantian. Gambaran setiap peristiwa menimbulkan dampak pada perkembangan psikologis anak adalah penghubung yang tak terlihat jelas dan tegas namun ada di tiga film ini. 

Akan terasa sesak jika penonton mampu memahami paparan persoalan di film ini, bahwa tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi lingkungannya. Namun, karena terlalu banyak yang ingin disampaikan, penonton film ini mungkin tidak bisa menangkap semua pesan yang ingin disampaikan Anggy Umbara. Jadi jika Anda berfikir untuk mencari hiburan dengan menonton film ini, sebaiknya urungkan dulu niat menontonnya. Tekanan trilogi thriller yang dihasilkan film ini bukan untuk hiburan, namun lebih ke kontemplasi hidup.