Luhut: Tidak Usah Politisasi Masalah COVID-19, Jangan Tambah Masalah untuk 'Prajurit' yang Sudah Bekerja 1,5 Tahun Ini
JAKARTA - Kasus COVID-19 di Tanah Air terus mengalami penambahan dalam beberapa waktu terakhir ini. Pada Rabu, 14 Juli menembus rekor tertinggi 54.517 sejak kasus pertama ditemukan pada 2 Maret 2020. Meski begitu, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar kasus ini tidak dipolitisasi.
"Jadi jangan ada dipolitisasi ini. Please jangan ada. Ini masalah kemanusiaan kalau Anda punya hati jangan dipolitisasi. Makin Anda bahwa macam-macam itu bisa membawa nyawa orang lain pergi dan orang di sekeliling kita sudah banyak yang pergi gara-gara itu, yang kita kenal," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 15 Juli.
Luhut mengatakan, dalam menangani pandemi COVID-19, pemerintah mendengarkan masukan dari berbagai pihak, di antaranya asosiasi profesi kedokteran, profesor, hingga guru besar. Karena itu, ia meminta agar semua pihak tidak saling mencari kekurangan.
Lebih lanjut, Luhut mengatakan bahwa dalam menangani pandemi COVID-19 di Tanah Air semua pihak hingga prajurit telah bekerja. Sehingga, dia meminta agar kasus ini tak dipolitisasi demi kepentingan politik maupun popularitas.
"Jadi tidak hanya sekadar bikin sana, bikin tidak karena semua lelah. Saya ulangi semua kita lelah. Itu teman-teman prajurit yang di bawah itu lelah udah 1,5 tahun mereka kerjain. Jadi jangan kita tambahin lagi masalah karena kepentingan politik kita, kepentingan-kepentingan popularitas kita, jangan kita ambil popularitas dari masalah kemanusiaan. Saya titip itu sekali lagi," ujarnya.
Di samping itu, Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali ini menegaskan pemerintah tidak asal dalam mengambil keputusan. Sebab, kata Luhut, pemerintah menggunakan tiga indikator dalam mengukur maupun memantau perkembangan.
"Ada tiga indikator yang digunakan digabungkan jadi satu indikator komposit. Facebook Mobility, kemudian ada Google Traffic, ada intensitas cahaya di malam hari dari NASA dan NOAA. Ini kami gunakan supaya kita bisa ngukur untuk menghadapi varian delta ini. Jadi tidak sekadar bikin sana bikin sini, tidak," tuturnya.
Sebelumnya, Luhut mengakui ada kenaikan kasus COVID-19 selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang berlaku mulai 3 Juli hingga 14 Juli.
Baca juga:
- Rekor Kasus COVID-19 Tembus 54.517 Gegara Varian Delta, Luhut: Semua Relatif Naik, tapi Masih Terkendali
- Pasang Target Kasus COVID-19 Turun di Bawah 30 Ribu, Luhut Pede Pekan Depan Mulai Melandai
- Tawarkan Insentif, Luhut Janji Manjakan Pemodal: Kami Siap Sambut Investor dalam Keadaan Apapun!
- Pesan Luhut kepada Pengusaha di Masa PPKM Darurat: Jangan Melupakan Hak Pekerja
"Ada kenaikan selama PPKM ini 44,51 persen. Jadi harian kemarin 54 ribu sekian ini saya kira menjadi angka yang tertinggi," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 15 Juli.
Lebih lanjut, Luhut mengatakan, kenaikan kasus tidak hanya terjadi pada pembatasan kegiatan melalui PPKM Darurat, namun juga pada saat PSBB jilid I dan II, PPKM kabupaten/kota dan PPKM Mikro.
"Semua relatif naik, tapi masih terkendali," ucapnya.
Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali ini mengatakan melonjaknya kasus COVID-19 di Tanah Air karena adanya varian delta. Seperti diketahui, varian ini lebih cepat menyebar dibandingkan dengan varian alfa.
"Peningkatan kasus COVID-19 ini didominasi oleh varian delta. Jadi hampir semua di Jawa ini kalau tidak boleh saya katakan, ya semua dikontrol varian delta. Di mana varian delta ini menurut yang saya baca lebih atau hampir 6 kali lebih cepat dari varian alfa, atau yang PSBB I dan II," jelasnya.
"Jadi kita menghadapi musuh yang beda. Musuh yang beda, ini tentu kita dengan resources yang ada ya kita hadapi tapi tidak mudah," sambungnya.