Tak Dukung Vaksinasi Berbayar Lewat Kimia Farma, KPK Ungkap Potensi Kecurangan
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak setuju vaksin COVID-19 berbayar atau Gotong Royong karena terdapat sejumlah potensi kecurangan dalam pelaksanannya.
Hal ini disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri saat rapat koordinasi sejumlah pimpinan kementerian/lembaga pada Senin, 12 Juli lalu.
Rapat tersebut diikuti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir.
Selain itu hadir juga Jaksa Agung ST Burhanuddin hingga Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Atjeh.
"KPK tidak mendukung pola Vaksin GR (Gotong Royong) melalui Kimia Farma karena efektivitasnya rendah sementara tata kelolanya berisiko," kata Firli dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 14 Juli.
Pada rapat tersebut, eks Deputi Penindakan KPK tersebut juga menyampaikan sejumlah pertimbangan, latar belakang, landasan hukum, hingga potensi kecurangan mulai dari perencanaan, pengesahan, implementasi, dan evaluasi program.
"Saya juga menyampaikan saran langkah-langkah strategis menyikapi potensi fraud jika vaksin mandiri dilaksanakan berbayar ke masyarakat serta vaksinasi selanjutnya. Saya tentu tidak memiliki kapasitas untuk membuat keputusan tapi saya ingin tidak ada korupsi," ungkapnya.
Baca juga:
- Kimia Farma Jualan Vaksin, Erick Thohir: Tidak Mungkin Vaksin Sumbangan Dikomersialisasi
- Nakes Disuntik Vaksin Ketiga, Satgas COVID-19: Masyarakat Umum Dua Kali Sudah Cukup
- Berpotensi Timbulkan Banyak Masalah, ICW Desak Vaksin Berbayar Dibatalkan
- WHO Minta Anda Warga Indonesia Tetap di Rumah Saja untuk Tekan Laju COVID-19
Setidaknya, ada enam catatan terkait tindak lanjut yang diberikan komisi antirasuah. Pertama, KPK memahami permasalahan implementasi vaksinasi saat ini sekaligus mendukung upaya percepatan vaksinasi.
Kedua, penjualan vaksin COVID-19 ke individu melalui Kimia Farma berisiko tinggi dari sisi medis maupun kontrol vaksin, tingkat efektivitas rendah, dan jangkauan terbatas. Belum lagi kemungkinan munculnya reseller.
Ketiga, KPK juga menyebut perluasan vaksin berbayar atau Gotong Royong ke individu tidak boleh menggunakan vaksin hibah bilateral maupun skema COVAX. Tak hanya itu, komisi antirasuah meminta transparansi data alokasi dan penggunaan Vaksin Gotong Royong.
Selanjutnya, sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 tahun 2020, Menteri Kesehatan diperintahkan untuk menentukan jumlah, jenis, harga vaksin, serta mekanisme vaksinasi.
Kelima, perlu dibangun sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan monitoring pelaksanaan vaksin Gotong Royong secara transparan, akuntabel, dan menghindari praktik fraud. "Data menjadi kunci. Untuk itu Kemenkes harus menyiapkan data calon peserta Vaksin GR sebelum dilakukan vaksinasi," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan aturan perubahan mengenai pelaksanaan Vaksin Gotong Royong. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.19/2021, individu atau orang perseorangan dapat mengakses vaksinasi COVID-19.
Saat ini, program vaksinasi untuk individu tersebut baru dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan milik Kimia Farma di delapan titik wilayah Jawa dan Bali.
Harga pembelian vaksin dalam skema Gotong Royong adalah Rp321.660 per dosis. Sementara tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis.
Hanya saja, program tersebut menimbulkan polemik sehingga ditunda sementara waktu untuk sosialisasi kepada masyarakat dan mengatur alur pendaftaran calon penerima vaksin.