Vonis Rendah Penyuap Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan Sudah Diprediksi
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) memprediksi vonis penyuap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, Saeful Bahri akan rendah. Sebab, tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum KPK juga rendah. Sehingga, Saeful Bahri divonis 20 bulan atau 1 tahun dan 8 bulan oleh Pengadilan Tipikor.
"Vonis rendah terhadap Saeful Bahri sebenarnya juga tidak bisa dilepaskan dari kerja penuntutan KPK yang terlihat menganggap enteng perkara ini. Buktinya, terdakwa hanya dituntut 2 tahun dan 6 tahun penjara," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya kepada VOI, Jumat, 29 Mei.
Dengan rendahnya tuntutan tersebut, Kurnia mengatakan, publik bisa melihat kerja lembaga antirasuah tersebut kini sudah makin melunak dengan para pelaku korupsi. Bahkan, Kurnia mengatakan, KPK kini sudah memasuki kenormalan baru di bawah kepemimpinan Firli Bahuri, cs.
"Jika menggunakan kosa kata yang sedang populer, saat ini, KPK telah memasuki era new normal di bawah kepemimpinan Komjen Firli Bahuri. Publik dipaksa berdamai dengan situasi kepemimpinan KPK yang sebenarnya sangat jauh dari kata ideal," ungkap dia.
Putusan ini, kata Kurnia, juga makin menambah daftar panjang vonis ringan perkara korupsi. Mengingat, di tahun 2019 yang lalu, rata-rata vonis perkara bagi tindak pidana korupsi hanya 2 tahun dan 7 bulan penjara.
"Selain itu vonis-vonis ringan dalam perkara korupsi ini pun semestinya menjadi fokus bagi Ketua Mahkamah Agung yang baru. Sebab, bagaimana mungkin tercipta efek jera yang maksimal bagi pelaku korupsi jika hukumannya saja masih rendah," ujar dia.
Baca juga:
Vonis rendah kasus suap Wahyu Setiawan
Kamis, 28 Mei, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis selama 1 tahun 8 bulan dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan penjara kepada Saeful Bahri karena menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 8 bulan," kata Hakim Ketua Panji Surono di Pengadilan Tipikor, Kamis, 28 Mei.
Majelis Hakim memaparkan, hal yang memberatkan Saeful adalah tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan sebagai kader partai tidak memberikan contoh yang baik.
Sedangkan hal yang meringankan, Saeful berlaku sopan dalam persidangan, memiliki keluarga, dan belum pernah dihukum.
Meski Saeful sebagai penyuap sudah dijatuhi vonis, namun masih ada satu tersangka lagi yang masih buron. Dia adalah eks caleg PDI Perjuangan Harun Masiku yang memerintahkan Saeful menyuap Wahyu.
Belakangan, Harun diisukan meninggal. Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman meyakini Harun Masiku sudah meninggal dunia. Namun, dia tidak mempunyai bukti untuk informasi ini.
Keyakinan tersebut muncul karena MAKI sering mendapatkan informasi pergerakan buronan termasuk mantan Sekretaris MA Nurhadi. Namun, dari tiap informasi tersebut, tak ada yang menyebut soal keberadaan Harun Masiku.
"Hanya keyakinan HM sudah meninggal, hanya perbandingan dengan Nurhadi (mantan Sekretaris MA) selalu ada informasi baru valid setiap minggu," kata Boyamin beberapa waktu yang lalu.
Namun isu ini ditepis KPK. Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri mengatakan, KPK tak pernah mendapatkan informasi mengenai meninggalnya politikus PDIP tersebut.
"Sejauh ini KPK tidak memperoleh informasi dan bukti valid bahwa tersangka HAR (Harun Masiku) telah meninggal," katanya saat dikonfirmasi wartawan.
Katanya, KPK masih melakukan pencarian Harun Masiku. KPK juga berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mencarinya. Sementara, kasus yang sudah ditindaklanjuti akan berjalan meski Harun belum ditangkap.
Sementara, Kabag Penum Mabes Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, pihaknya hingga saat ini masih mencari buronan itu. "Polri masih berupaya mencari Harun Masiku dalam rangka membantu KPK," pungkasnya.