Menurut Pakar, Ekspresi Diri Perlu Diukur agar Tak Bahayakan Rumah Tangga

JAKARTA – Kedewasaan menjadi kunci penting dalam hubungan, khususnya hubungan dengan pasangan. Dengan kedewasaan sepasang kekasih bisa tetap terhubung satu sama lain tanpa memposisikan satu dan lainnya lebih tinggi. Lantas bagaimana dengan mengekspresikan diri?

Dalam sebuah jurnal yang dipublikasikan American Psychological Association dan ditulis oleh H.S. Kim dan D. Ko tahun 2007, ekspresi diri atau dikenal dengan self expression bisa dilakukan melalui kata-kata, pilihan, maupun tindakan. Sedangkan yang diekspresikan meliputi pikiran dan perasaan.

Self expression juga dianggap sebagai cara mengungkapkan tentang diri kita sebenarnya. Karena mengekspresikan diri berkaitan dengan ego, jika tidak diungkap secara tepat terutama dalam konteks hubungan Anda dan pasangan, bisa-bisa berpotensi membahayakan hubungan.

John Amadeo, Ph.D., MFT, penulis buku Dancing with Fire: A Mindful Way to Loving Relationships dilansir Psychology Today, Selasa, 6 Juli, mengatakan bahwa kebenaran yang diungkap lewat ekspresi diri memang penting. Tujuannya untuk menjaga iklim yang 'imbang’ dalam hubungan.

Dua persoalan dalam ekspresi diri dibahasnya sebagai batu sandung yang membahayakan hubungan rumah tangga. Pertama, perihal narsisme diri sebagai sisi buruk otonomi. Narsisme yang terpaku pada pengejaran atau kesenangan diri sendiri tanpa mempertimbangkan pasangan, ini cukup bahaya.

Efeknya, kita jadi lupa untuk bersikap lebih empati. Kita juga merasa tidak bertanggung jawab atas perasaan orang lain karena terlalu dominan, terutama pada pasangan.

Seseorang mungkin bebas mengatakan “Saya memiliki hak untuk menghormati pengalaman saya sendiri dan mengungkapkan perasaan dan kebutuhan saya yang sebenarnya.”

Meskipun ungkapan tersebut melegakan dan benar-benar mengungkapkan pikiran, tetapi bisa jadi inti masalah. Ungkapan tersebut membuat kita terlihat dominan sehingga mengabaikan perasaan orang lain.

Kedua, tanpa sadar kata-kata dan tindakan kita dapat memengaruhi orang. Nah, menurut Amadeo menyadari kekuatan kata-kata dapat mengingatkan kita untuk berhenti sejenak sebelum berbicara.

Sarannya, kita perlu menemukan kata yang tepat untuk menyampaikan pengalaman kita sehingga lebih mungkin mempertahankan kepercayaan pasangan daripada menghancurkan jembatan penghubung Anda dan pasangan.

Kata-kata yang bermuatan menghakimi, menyalahkan, menjatuhkan, dan mempermalukan demi mengungkap kebenaran mesti diolah agar enggak arogan. Kebenaran bisa disampaikan dengan rasa hormat dan kalimat lembut.