Pengumuman Vaksinasi Usia 12-17 Tahun Jadi Salah Satu Jawaban Kendalikan Kasus COVID-19 Pada Anak

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan vaksin Sinovac akhirnya bisa diberikan untuk anak-anak usia 12-17 tahun. Pengumuman ini menjadi jawaban di tengah tingginya tingginya kasus COVID-19 pada anak hingga tingkat kematiannya yang cukup tinggi.

Melalui keterangan video, Presiden Jokowi bersyukur Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akhirnya mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (UEA) vaksin Sinovac pada anak-anak. Ini artinya, anak rentang usia 12-17 tahun di Tanah Air kini sudah bisa disuntik vaksin COVID-19.

"Kita bersyukur BPOM telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization untuk vaksin Sinovac yang dinyatakan aman digunakan anak usia 12 sampai 17 tahun," kata Jokowi dalam video yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 28 Juni.

Dia tak memerinci kapan vaksinasi untuk anak-anak akan mulai diberikan. Hanya saja, eks Gubernur DKI Jakarta ini berharap agar pemberian vaksin ini bisa dilakukan dengan segera demi menekan angka penyebaran COVID-19 khususnya di lingkungan anak-anak.

"Vaksinasi untuk anak-anak usia tersebut bisa segera dimulai dan dalam menekan penyebaran COVID-19 ini hanya dapat dilakukan dengan upaya bersama," tegasnya.

Langkah pemberian vaksinasi ini bisa jadi merupakan salah satu jawaban atas pandangan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan penanganan COVID-19 di Tanah Air selama ini belum berpihak pada anak-anak yang masuk ke dalam kelompok rentan.

"Kasus infeksi pada anak mencerminkan bahwa penanganan COVID-19 di Indonesia belum berpihak kepada anak. Ada kondisi yang tidak optimal untuk melindungi anak sebagai salah satu kelompok rentan terhadap COVID-19," kata Retno kepada wartawan.

Diriya memaparkan berdasarkan data yang dihimpun dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), proporsi kasus positif COVID-19 pada anak usia 0 sampai 18 tahun di Indonesia sebesar 12,5 persen. Ini artinya, 1 dari 8 kasus positif COVID-19 dialami anak-anak. 

Hal ini, tentunya berbeda dengan tren kasus infeksi pada anak dalam skala global yang selalu menempati urutan terendah. Bahkan, proporsi infeksi COVID-19 pada anak secara global hanya sekitar 3 persen.

Lebih lanjut, tingkat kematian atau case fatality rate COVID-19 pada anak di Indonesia merupakan tertinggi di dunia, yakni sebesar 3 persen hingga 5 persen dari total anak yang terkonfirmasi positif.

Belum lagi, situasi kesehatan anak yang kompleks seperti malnutrisi dan stunting, akan memperburuk kondisi anak yang terinfeksi COVID-19. Apalagi, rumah-rumah sakit di Indonesia belum dilengkapi ruang ICU khusus anak yang terinfeksi COVID-19.

Sehingga, ada sejumlah langkah yang harusnya dilakukan pemerintah dalam mengatasi masalah ini. Mulai dari melaksanakan penguatan tracing, testing, dan treatmen atau 3T hingga penguatan imunasasi dasar.

Imunisasi dasar penting untuk diberikan di tengah pandemi COVID-19. Apalagi, saat ini, intensitas program ini cenderung menurun.

Selain itu, Retno juga meminta penundaan pembukaan sekolah dengan pembelajaran tatap muka (PTM) pada awal tahun ajaran baru mendatang. 

"Pemerintah harus menunda PTM pada tahun ajaran baru Juli 2021 yang kurang dari sebulan lagi, mengingat kasus sangat tinggi dan positivity rate di sejumlah daerah diatas 5 persen, Kondisi ini tidak aman untuk buka sekolah tatap muka, membahayakan keselamatan anak-anak," pungkasnya.