Segala Risiko Jika Herd Immunity Diberlakukan

Your browser doesn’t support HTML5 audio

JAKARTA - Masyarakat tampaknya sudah berpikir terlalu jauh. Meskipun PSBB belum dilonggarkan tapi konsep herd immunity sudah digadang-gadang akan diterapkan. Padahal WHO sudah memberi peringatan bahwa konsep ini cukup berbahaya. Konsep yang jika diartikan secara harfiah adalah kekebalan kawanan. Apakah manusia sama dengan hewan?

Pemerintah mulai mengkaji pelonggaran PSBB dan tata cara kehidupan new normal. Bagaimana kita makan, beribadah, masuk ke tempat umum, semuanya akan diatur dan harus diikuti. Namun mereka juga menegaskan bahwa semua ini belum diterapkan, baru pada tahap perencanaan.

Sayangnya perbincangan pelonggaran PSBB dan kehidupan new normal ini sudah berkembang di masyarakat. Atas dasar hal tersebut, muncul pemikiran bahwa pemerintah ingin menerapkan herd immunity. Istilah yang sebetulnyua sudah ramai dibicarakan sejak sebulan lalu di dunia internasional.

Herd immunity adalah kondisi perlindungan yang terjadi secara tidak langsung karena mayoritas populasi sudah kebal terhadap infeksi dari suatu penyakit menular. Kondisi ini biasanya terjadi dan bisa diterapkan setelah vaksin sudah ditemukan. Sedangkan vaksin untuk COVID-19 belum juga ditemukan.

Selain hal yang telah disebutkan di atas, herd immunity seharusnya dilakukan ketika minimal 70 sampai 80 persen dari jumlah populasi di suatu wilayah sudah terimun. Indonesia baru mencatat 18 ribuan kasus dengan 4 ribuan kasus sembuh, sedangkan jumlah penduduk Indonesia keseluruhan sekitar 271 juta jiwa. Jika dihitung, angka ini masih jauh dari 1 persen. Bagaimana bisa kita mengasumsikan bahwa mayoritas populasi kita sudah kebal?

Pilihan herd immunity ini pun tidak disarankan oleh WHO. Menurut Dr Maria Van Kerkhove, Technical Lead COVID-19 dari program kedaruratan kesehatan WHO, herd immunity berkaitan erat dengan vaksin dan pengetahuan soal jumlah populasi minimal yang harus sudah kebal untuk dapat menyelamatkan seluruh populasi.

Mendukung pernyataan tersebut, Dr Mike Ryan, Executive Director program kedaruratan kesehatan WHO juga menegaskan bahwa istilah herd immunity sebetulnya diambil dari dokter hewan. Meskipun jika dilihat dari perspektif brutal ekonomi, perbedaan konsep untuk binatang atau manusia nampaknya tidak begitu penting. Tapi yang patut diingat, manusia bukanlah kawanan hewan ternak.

Pemerintah Indonesia juga dikabarkan sedang mengembangkan suplemen untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap COVID-19, tapi hal ini masih harus melalui proses yang panjang. Menteri Riset dan Teknologi atau Kepala Badan Riset dan Inovasi, Bambang Brodjonegoro dalam live streaming dialognya bersama para peneliti atau perekayasa konsorsium riset dan inovasi COVID-19 meminta adanya riset tentang cara-cara penanganan atau penangkalan seperti terapi, serum dan suplemen.

Segala kemungkinan konsep herd immunity terdengar lebih baik saat protokol jaga jarak tetap diberlakukan. Namun jika masyarakat dilepas begitu saja tanpa adanya protokol kesehatan sama sekali, kemungkinan terburuk bisa saja terjadi. Kita tidak bisa bertaruh nyawa dalam mencari jalan keluar menghadapi pandemi ini.

Dengarkan kemungkinan apa saja yang bisa terjadi bila herd immunity diterapkan dalam Siniar VOI kali ini.