ICW: Hilangnya Keteladanan Firli Bahuri dkk Jadi Penyebab Banyaknya Aduan Dugaan Pelanggaran Etik ke Dewas KPK

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap maraknya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan insan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terjadi karena salah satunya, hilangnya nilai keteladanan dari Firli Bahuri dkk sebagai pemimpin.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan keteladanan ini hilang karena Ketua KPK Firli Bahuri pernah dua kali melanggar etik, mulai dari bertemu dengan pihak berperkara hingga menunjukkan gaya hidup mewah.

"Belum lagi ditambah dengan pemeriksaan etik Lili Pintauli Siregar yang besar kemungkinan akan terbukti melanggar kode etik karena menjalin komunikasi dengan pihak berperkara," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 25 Juni.

Menurutnya, peningkatan aduan dugaan pelanggaran etik juga terjadi karena hukuman yang dijatuhkan Dewan Pengawas KPK dinilai tak memberikan efek jera. "Misalnya, putusan terhadap Firli Bahuri yang semestinya dapat dikenakan pelanggaran berat namun hanya diganjar dengan teguran tertulis," ungkapnya.

"Jadi, sederhananya dewan pengawas gagal dalam mengirimkan pesan tegas untuk seluruh insan KPK," imbuh Kurnia.

Diberitakan sebelumnya, Dewan Pengawas KPK telah menerima 37 laporan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan insan KPK hingga Juni ini. Angka tersebut bertambah signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya mencatatkan 30 laporan.

Melihat kondisi tersebut, anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho mengatakan peningkatan ini harusnya menjadi peringatan agar insan KPK berhati-hati dalam bertindak.

"Untuk tahun 2021 yang ini sebenarnya di luar dugaan kami juga, meningkat luar biasa untuk pengaduan etik. Pengaduan etik yang tadinya di tahun 2020 itu 30, untuk tahun 2021 sampai dengan bulan Juni ini sudah berjumlah 37," kata Albertina dalam konferensi pers yang digelar secara daring pada Kamis, 24 Juni.

"Ini juga mungkin ada warning juga untuk kita sesama insan komisi, kenapa ini jadi pengaduan etiknya sangat meningkat di tahun 2021," imbuhnya.

Albertina mengaku heran dengan banyaknya pelaporan tersebut. Albertina bahkan menyebut, bisa saja ini terjadi karena pembinaan kode etik di internal KPK masih kurang masif dilaksanakan atau bisa aduan ini bisa meningkat karena masyarakat terus mengawasi lembaga tersebut.

"Apakah ini karena pembinaan atau internalisasi kode etik itu kurang atau bagaimana, kok, jadi peningkatan secara tajam atau bisa jadi juga masyarakat betul-betul sekarang menggunakan saluran-saluran yang disediakan oleh dewas," tegasnya.