Kritik DPR, Anang: Idealnya Anggota Parlemen Diisi Kalangan Profesional
JAKARTA - Anggota DPR Periode 2014-2019 Anang Hermansyah mengkritik pola rekrutmen anggota dewan perwakilan rakyat (DPR).
Menurut dia, idealnya parlemen Indonesia diisi oleh kalangan profesional agar dapat menjalankan fungsi konstitusional dengan baik. Seperti, kalangan ahli di berbagai sektor publik.
"DPR harus diisi oleh kalangan ahli. Tentu DPR tetap diisi oleh kalangan politisi," ujar Anang kepada wartawan, Selasa, 22 Juni.
Musikus asal Jember ini menjelaskan, secara teori parlemen di era modern berasal dari tiga sumber yakni perwakilan partai politik (political representation), perwakilan daerah (teritorial representation) dan perwakilan para ahli (functional representation).
"Nah, wakil dari para ahli itu sejatinya merupakan functional representation," kata Anang.
Namun dalam praktiknya, parlemen di Indonesia hanya diwakili dari dua sumber saja yakni perwakilan partai politik (DPR RI) dan perwakilan daerah (DPD RI). Akibatnya, kata Anang, wajah parlemen di Indonesia lebih kuat di sisi politiknya yang merupakan representasi kekuatan parpol, tapi lemah dari perdebatan substansial yang fokus pada pokok persoalan.
"Sebut saja, saat saya di DPR membahas RUU Permusikan, pembahasannya betul-betul perkara substansi permusikan. Sama sekali tidak menyentuh pada urusan kepentingan partai. Bahwa prosesnya melalui jalur politik, itu sebuah keniscayaan," tegas Anang.
Baca juga:
Karena itu, mantan suami politikus PDIP Krisdayanti itu mengusulkan agar sumber rekrutmen anggota Parlemen kembali dibuka untuk kalangan ahli atau profesional. Salah satu mekanisme yang bisa dilakukan, adalah dengan melakukan amandemen konstitusi dengan memasukan kalangan profesional/ahli sebagai perwakilan dalam parlemen.
Anang mengatakan, skema yang pernah terjadi sebelum amandemen konstitusi pasca reformasi dengan keberadaan utusan golongan di parlemen sebagai upaya pendiri bangsa untuk memberikan ruang di parlemen diisi oleh perwakilan fungsional.
"Desain konstitusional para pendiri bangsa itu sangat visioner dengan memasukan utusan golongan sebagai salah satu sumber dari Parlemen," kata Anang.
Mantan politikus PAN itu menilai, pikiran untuk mengembalikan perwakilan fungsional ini secara konstitusional sah-sah saja dilakukan sebagaimana tertuang dalam Pasal 37 UUD 1945 yang mengatur perubahan UUD 1945.
"Ide ini sama sekali tidak haram, diperkenankan untuk dimasukkan dalam perubahan UUD 1945," tandas Anang.