RSPI Sulianti Saroso Nyaris Penuh karena Membeludaknya Pasien COVID-19
JAKARTA - Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso Jakarta Utara mencatat jumlah pasien COVID-19 yang menjalani rawat inap mengalami lonjakan tinggi setelah libur lebaran.
Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso, Mohammad Syahril, mengatakan peningkatan jumlah pasien COVID-19 yang menjalani perawatan mulai Mei, setelah empat bulan sebelumnya mengalami penurunan.
"Jadi betul apa yang disampaikan oleh pemerintah, kalau terjadi lonjakan. Kami pun saat ini merasakan adanya lonjakan itu. Di awal tahun, Januari, Februari, Maret, April ini, (keterisian ruangan) kami sudah turun sebetulnya. Mulai bulan Mei sampai sekarang naik lagi," kata Syahril dikutip Antara, Kamis, 17 Juni. Syahril mengungkapkan peningkatan kasus COVID-19 mulai Mei 2021 seperti kejadian virus itu merebak pada awal dan akhir 2020. Sejak RSPI mulai merawat pasien COVID-19 pertama kali pada 2 Maret 2020, ketika itu dua pasien dengan 11 tempat tidur yang tersedia.
Secara bertahap, fasilitas perawatan pasien COVID-19 di Rumah Sakit itu terus bertambah hingga sekarang sudah ada 123 tempat tidur, sebanyak 22 tempat tidur di antaranya ruangan Unit Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ICU).
"RSPI ini kan Rumah Sakit yang merawat (pasien COVID-19) rujukan ya. Jadi (khusus) kasus (COVID-19) yang sedang dan berat," ujar Syahril.
Kondisi saat ini, dari 22 tempat tidur di ICU sudah terisi 95 persen atau hanya tinggal satu tempat yang tersisa, sedangkan 100 tempat tidur di ruang inap biasa mencapai 88 persen tingkat keterisiannya.
Jika ditotal, menurut Syahril, BOR di RSPI sekitar 93 persen, sehingga cukup waspada dan hati-hati terhadap tingkat kebutuhan maupun hunian ruangan perawatan pasien COVID-19.
Guna mengantisipasi hal itu, Syahril mengimbau masyarakat meningkatkan kewaspadaan, menyadari, serta menjadi peringatan adanya lonjakan kasus COVID-19.
"Masyarakat dengan adanya kondisi seperti ini menjadi disiplin dengan protokol kesehatan (mulai dari) menjaga jarak, (menggunakan) masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan sebagainya tadi. Jadi betul-betul disiplin supaya jangan sampai menambah kasus lagi," ujar Syahril.
Kedua, untuk pemerintah, Syahril menekankan "tracing" dengan menindaklanjuti kasus aktif untuk mencari dan memeriksa tes usap terhadap masyarakat yang kontak erat dengan penderita dirawat di rumah sakit.
Ketiga, dengan angka penularan yang melonjak, maka penting menghindari kepanikan pernah terjadi pada awal masa pandemi.
Baca juga:
Syahril mengungkapkan sebagai langkah antisipasi perlu membuat sistem rujukan yang presisi, seperti kategori erat atau tanpa gejala cukup isolasi mandiri.
Ketika pasien mengalami gejala ringan hingga sedang cukup menjalani perawatan di puskesmas atau Rumah Sakit Umum Daerah setempat.
"Nah, tentu saja kewaspadaan dari Puskesmas, Rumah Sakit Umum Daerah, Rumah Sakit Darurat, termasuk kami (RSPI), sistem itu harus dimantapkan melalui SPGDT atau Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu," tutur Syahril.
Sedangkan untuk pasien bergejala berat, maka harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit rujukan.
Sistem aturan perawatan itu menjadikan rumah sakit biasa akan berkomunikasi dengan rumah sakit rujukan saat akan memindahkan pasien yang mengalami gejala berat.