Berapa Potensi Pajak Sembako? Pemerintah: Tidak untuk Menambah Penerimaan
JAKARTA – Pemerintah melalui Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan jika rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sejumlah barang kebutuhan pokok (sembako) strategis tidak akan ditargetkan menjadi sumber penerimaan baru bagi negara.
Pasalnya, niatan penyelenggara negara mengajukan wacana tersebut dimaksudkan untuk memberi keadilan perpajakan secara lebih tepat serta tata kelola administrasi pajak yang lebih baik.
“Kalau untuk bahan kebutuhan pokok pemerintah sama sekali tidak bermaksud untuk menambah penerimaan pajak, tetapi lebih kepada konteks keadilan dan administrasi perpajakan,” katanya dalam sebuah dialog virtual, Sabtu, 12 Juni.
Yustinus menambahkan, saat ini seluruh lapisan masyarakat tidak dikenakan pajak sama sekali untuk aktivitas konsumsi bahan pokok. Padahal, status kesejahteraan tiap kelompok cukup berbeda.
Sebagai contoh dia lalu membandingkan pembelian sembako di swalayan mewah dan pasar tradisional yang sama-sama bebas pungutan pajak.
“Padahal kelompok masyarakat yang menikmati berbeda. Inilah yang kemudian menjadi dasar mengapa pemerintah menyebut ini adalah keadilan perpajakan,” katanya.
Baca juga:
Sebagai informasi, pemerintah disebut tengah mengajukan revisi draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan (KUP) kepada DPR.
Disebutkan bahwa terdapat terdapat tiga skema dalam pelaksanaan PPN sembako. Pertama, PPN usulan 12 persen.
Kedua, skema multitarif 5 persen yang lebih rendah dari skema pertama dengan penguatan legalitas melalui Peraturan Pemerintah. Serta yang ketiga adalah melalui cara PPN final 1 persen.
Pemerintah sendiri cenderung memilih skema ketiga, yakni PPN final 1 persen karena dapat mengakomodir serta meminimalisir dampak bagi pelaku usaha kecil dan menengah.