Kontradiktif dengan Pajak Kendaraan Impor, Pimpinan DPR: Tinjau Ulang PPN Sembako!
JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar alias Gus Ami meminta pemerintah meninjau ulang rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi bahan pokok (sembako) yang tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Terlebih, kebijakan tersebut digulirkan di masa pandemi seperti sekarang ini.
"Perlu ditinjau ulang. Situasi perekonomian saat ini sedang sulit," ujar Gus Ami, Jumat, 11 Juni. Rencana kebijakan tersebut berpotensi semakin memberatkan kehidupan masyarakat.
Di sisi lain, tambahnya, pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan PPN nol persen bagi barang impor kendaraan dan properti guna menggairahkan perekonomian. Agar usaha-usaha sektor tersebut dapat bangkit kembali sehingga daya beli konsumen meningkat.
"Ini kontraproduktif dengan upaya pemerintah menekan ketimpangan melalui reformasi perpajakan dalam revisi UU KUP," kata Ketua Umum PKB itu.
Baca juga:
- Rizieq Shihab Mengaku Ditelepon Wiranto di Arab Saudi, Bertemu Budi Gunawan Hingga Sepakat Dukung Jokowi
- Rizieq Shihab Sebut Tuntutan Jaksa Sadis dan Tidak Bermoral
- Ketua KPK Firli Bahuri dkk Tak Hadiri Panggilan Komnas HAM, MAKI Ajukan Judicial Review ke MK
- Di Pleidoi, Rizieq Shihab Korek Luka Lama dengan Ahok: Si Penista Agama Hanya Dihukum 2 Tahun
Ditambah lagi, sambungnya, pedagang pasar sedang mengalami kesusahan lantaran lebih dari 50 persen omset dagangnya menurun selama pandemi yang sudah berjalan satu tahun ini.
"Kalau sembako dihilangkan dari kelompok jenis barang yang tidak dikenakan PPN tentu saja merugikan masyarakat karena barang kebutuhan pokok sangat dibutuhkan masyarakat," jelas Cak Imin.
Selain itu, lanjut pimpinan DPR bidang kesejahteraan rakyat itu, PPN sembako akan menimbulkan teori efek domino. Salah satunya, daya beli masyarakat menurun terutama pekerja/karyawan perusahaan.
"Jadinya perekonomian makin sulit untuk bangkit," kata dia.
Diketahui pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Kebijakan itu akan tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dan tak dikenakan PPN sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017.
Barang itu meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.