Bukan PSBB, Cara Ampuh Bali Tekan Penyebaran COVID-19

JAKARTA - Bali dianggap sebagai salah satu provinsi yang berhasil mengendalikan penyebaran COVID-19 tanpa melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Bahkan, sejak kasus COVID-19 terdeteksi di Bali pada 10 Maret yang lalu hingga saat ini, jumlah pasien positif COVID-19 jumlahnya mencapai 314 orang dengan penambahan kasus sebanyak tujuh orang tiap harinya.

Menurut Gubernur Bali I Wayan Koster, hal ini terjadi akibat peran serta desa adat yang ada di Bali. Menurutnya, desa adat dengan hukum adat yang melekat berhasil membuat masyarakat tidak sembarangan keluar masuk satu daerah.

"Desa adat memiliki satu kearifan lokal dengan hukum adat yang bisa mengikat masyarakat di wilayah desa adat masing-masing," kata Koster dalam konferensi pers usai rapat terbatas bersama Jokowi membahas evaluasi PSBB yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Kabinet, Selasa, 12 Mei.

Kearifan lokal lain yang digunakan untuk mencegah penyebaran COVID-19 adalah ritual adat keagamaan atau yang biasa disebut dengan Niskala. Ritual ini, kata Koster, biasa dilakukan saat terjadi wabah seperti kondisi saat ini.

"Memang ada warisan leluhur yang dijadikan pedoman melakukan itu secara ritual," ungkap dia.

Selain memanfaatkan kearifan lokal, Bali juga memiliki strategi lainnya seperti menerapkan tiga langkah dalam memerangi penyebaran COVID-19 tanpa PSBB. Pertama adalah menerbitkan kebijakan lewat surat edaran yang isinya berupa imbauan dan instruksi dari Presiden Jokowi.

Selanjutnya, di tingkat kabupaten/kota dilakukan koordinasi pelaksanaan operasional menangani COVID-1 dan di tingkat paling bawah kebijakan diserahkan kepada wilayah adat yang kemudian mengatur desa adat.

Selain itu, karena penyebaran COVID-19 di wilayah ini terjadi karena adanya penularan dari warga pulang bekerja di luar negeri, maka, salah satu langkah untuk mengurangi penyebaran ini adalah dengan melakukan karantina terhadap pekerja migran yang baru tiba di tanah air.

Mereka yang negatif berdasarkan hasil uji dengan metode polymerase chain reaction (PCR), kata Koster, akan dikarantina di tempat yang sudah ditentukan oleh pemerintah kabupaten/kota.

Sedangkan bagi yang positif, dirujuk ke rumah sakit atau tempat khusus yang telah disediakan oleh pemerintah provinsi dan seluruh biaya pengobatannya ditanggung.

Tak hanya karantina, tes masif juga dilakukan oleh pemerintah provinsi Bali bagi warganya yang baru pulang dari luar negeri. Tujuannya agar penyebaran COVID-19 bisa terkendali walau wilayah ini tak menerapkan PSBB.

Bali, kata dia juga telah menetapkan tiga indikator untuk mengukur keberhasilan penanganan COVID-19. Tiga indikator itu adalah menahan laju pasien positif, meningkatkan persentase kesembuhan, dan menahan angka yang meninggal dunia.

"Jadi secara kumulatif, jumlah pasien di rumah sakit akan terus menurun. Yang dirawat sekarang 100 orang atau 32 persen," jelas dia.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah menegaskan jika pemberlakuan PSBB tidak akan dipaksakan. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengatakan, Presiden Jokowi justru membebaskan pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan untuk memerangi virus tersebut.

"Bapak Presiden menegaskan pemerintah pusat tidak akan memaksakan PSBB pada daerah-daerah. Daerah boleh memilih pendekatan yang sesuai dengan kondisi masing-masing," kata Doni.

Selain itu, dia juga mengatakan, Presiden Jokowi mempersilakan jika daerah memanfaatkan kearifan lokal dalam rangka meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan.

"Jadi walaupun tidak ada pemaksaan tapi daerah diharap dapat meningkatkan kemampuan dalam rangka kepatuhan terhadap protokol kesehatan," tutupnya.