Antisipasi Lonjakan COVID-19, Warung Kopi di Surabaya Dilarang Buka 24 Jam

SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melarang warung kopi atau angkringan buka 24 jam. Tujuannya mengantisipasi lonjakan COVID-19.

"Kebijakan ini berdasarkan hasil asesmen manajemen risiko penularan COVID-19, menggunakan indikator kesehatan masyarakat," kata Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Surabaya, Irvan Widyanto, saat audiensi bersama Paguyuban Warkop Surabaya, Rabu, 9 Juni.

Irvan mengatakan, pelonggaran relaksasi jam operasional usaha yang diajukan Paguyuban Warkop Surabaya agar dapat buka 24 jam belum bisa dilakukan. Keputusan ini berdasarkan hasil asesmen Satgas COVID-19 bersama para pakar kesehatan, mengenai kondisi pandemi di Kota Pahlawan.

"Jadi arahan dari Pak Wali Kota adalah meminta masukan-masukan dari Satgas COVID-19, termasuk para pakar kesehatan masyarakat. Dari hasil pertemuan itu memang belum bisa diperbolehkan buka sampai 24 jam," kata Irvan. 

Pertimbangannya, lanjut Irvan, lantaran masih adanya peningkatan kasus COVID-19 di Surabaya. Apalagi, di Kabupaten Bangkalan sendiri perkembangan kasus saat ini meningkat dan berpotensi dapat masuk ke Surabaya. 

"Jadi keputusan ini berdasarkan hasil asesmen Satgas COVID-19 bersama para pakar kesehatan masyarakat," ujarnya.

Sementara itu, perwakilan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya, Meivi Isnoviana, mengatakan kebijakan relaksasi tempat usaha makan bisa berpotensi membuat lonjakan COVID-19. 

"Jadi karena kondisinya belum memungkinkan. Apalagi situasi sekarang ini masih ada peningkatan COVID-19," kata Meivi.

Meivi menyebut tidak ada larangan bagi warung kopi atau angkringan di Surabaya untuk buka. Namun jam operasional yang diatur dalam kebijakan relaksasi usaha itu dibatasi hingga pukul 22.00 WIB. "Sebenarnya bukan tidak boleh untuk buka. Tapi batasannya memang sampai jam 10 malam. Apalagi adanya virus yang baru ini cepat sekali menular dan tidak mudah terdeteksi," jelasnya.

Sedangkan, Pembina Pengurus Daerah Persakmi Jatin, Estiningtyas Nugraheni, mengatakan apabila disikapi secara bijak dengan kondisi sekarang, setiap kegiatan memang belum bisa dilakukan sama persis sebelum adanya pandemi. 

"Karena itu perlu disadari bersama. Kalau pun (jam operasional) dikurangi, bukan berarti membatasi hak yang besar. Sebab, kesempatan berusahanya pun masih tetap ada," kata Esti.

Karena itu, Esti kembali menegaskan, meskipun dilakukan pembatasan, masyarakat tetap diperbolehkan untuk membuka usahanya. Apalagi, jika dilihat dari potensi perputaran ekonomi pada malam hari itu juga lebih sedikit dari siang. "Jadi situasinya memang belum memungkinkan untuk perubahan kebijakan relaksasi agar lebih longgar," katanya.