Polemik Pembatalan Haji Indonesia 2021, Menag Yaqut Sepihak?
JAKARTA - Kementerian Agama dianggap terlalu dini memutuskan peniadaan penyelanggaran haji 1442 H/2021 M. Pasalnya, Arab Saudi belum secara resmi menutup pintu Tanpa Suci untuk calon jemaah haji Indonesia 2021.
Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegabriel menepis kabar Indonesia tak mendapatkan izin dan kuota haji 2021.
Hal itu ia sampaikan karena belum ada informasi resmi dari Kerajaan terkait hal tersebut.
"Belum ada info resmi dari Arab Saudi terkait haji, termasuk kuotanya, belum ada pengumuman resmi," ujar Agus, Rabu, 2 Juni.
Oleh karena itu, masih ada kemungkinan atau peluang bagi calon jemaah haji asal Indonesia untuk pergi dan melaksanakan ibadah haji di 2021.
Sehari setelahnya, Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia Essam Bin Ahmed Bin Abid Althaqafi menyurati Ketua DPR RI Puan Maharani terkait pembatalan ibadah haji bagi jemaah Indonesia pada tahun ini.
Dalam surat tersebut, Essam memberikan klarifikasi atas pemberitaan media massa yang menyebutkan bahwa Kerajaan Arab Saudi tidak memberikan kuota jemaah haji bagi Indonesia dan terkait izin bagi 11 negara untuk mengirimkan jemaah haji.
“Dalam kaitan ini, saya ingin memberitahukan kepada Yang Mulia, bahwa berita berita tersebut tidaklah benar dan hal itu tidaklah dikeluarkan oleh otoritas resmi Kerajaan Arab Saudi, di samping itu otoritas yang berkompeten di Kerajaan Arab Saudi - hingga saat ini belum mengeluarkan instruksi apapun berkaitan dengan pelaksanaan haji tahun ini, baik bagi para jemaah haji Indonesia atau bagi para jemaah haji lainnya dari seluruh negara di dunia,” tulisnya dalam surat tersebut.
Surat tersebut beredar dihari yang sama setelah Kementerian Agama, DPR dan stakeholder terkait, mengumumkan pembatalan pelaksanaan haji 2021, Kamis, 3 Juni.
Baca juga:
- Polisi Ditusuk di Palembang, Muncul Dugaan Terorisme Hingga Gangguan Kejiwaan
- 51 Pegawai KPK Dianggap Tak Bisa Lagi Dibina, Direktur KPK Heran: Koruptor Saja Jadi Penyuluh
- 3 Jam Satgas Nemangkawi Kontak Tembak dengan KKB di Bandara Ilaga Papua
- Kemenkes Bakal Ikuti WHO Soal Penamaan Varian COVID-19 Pakai Alfabet Yunani
Menag Yaqut Disebut Terburu-buru
Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf menilai Menteri Agama Yaqut Cholil Coumas terlalu terburu-buru memutuskan untuk meniadakan pelaksanaan haji 1442 H/2021 M.
“Keputusan pemerintah yang tergesa-gesa membatalkan haji patut disayangkan. Sebenarnya tidak masalah jika yang terpaksa harus diberangkatkan hanya sepersekian persen dari total calon jemaah haji kita,” ujar Bukhori, Jumat, 4 Juni.
Politikus PKS itu mengaku, sejak awal mendorong pemerintah Indonesia melakukan langkah diplomasi yang produktif ke Kerajaan Arab Saudi. Bahkan, dirinya telah lama mendesak Presiden Jokowi melakukan lawatan khusus menemui Raja Salman demi memperoleh kepastian haji bagi calon jemaah Indonesia.
Menurutnya, keseriusan Presiden untuk turun langsung dalam melobi harus dilakukan sejak lama sebagai wujud kesungguhan pemerintah dalam memenuhi hak rakyat Indonesia, khususnya umat Islam untuk menunaikan salah satu rukun Islam.
“Dengan menyesal harus kami katakan, sejauh ini kami belum melihat adanya usaha serius dari pemerintah dalam rangka penuhi hak umat Islam untuk berhaji," kata Bukhori.
"Padahal bisa saja Presiden menelepon langsung, bahkan menghadap langsung ke Raja Salman. Lantas sejauh ini apa saja yang sudah ia lakukan, dimana keberpihakan pemerintah bagi umat Islam?” sambungnya.
Anggota Badan Legislasi DPR ini pun meyakini bahwa peluang untuk tetap memberangkatkan calon jemaah haji Indonesia secara terbatas sebenarnya masih terbuka meski ditengah pandemi. Terlebih vaskin yang digunakan jemaah Indonesia yakni vaksin Sinovac telah mendapatkan lisensi dari WHO.
Usul Lobi-lobi ke Raja Salman
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, meminta pemerintah terus berupaya memperjuangkan kuota haji Indonesia agar bisa memberangkatkan jemaah pada pelaksanaan haji 2021.
Dia menilai, Presiden Joko Widodo bisa membuka komunikasi dan diplomasi setingkat kepala negara dengan Raja Arab Saudi, Salman Salman bin Abdulaziz al-Saud, demi membahas soal kuota haji Indonesia tahun ini.
“Ini penting dan bisa dilakukan Presiden Joko Widodo untuk membuktikan keseriusan pemerintah membela hak calon haji yang juga rakyat Indonesia,” ujar Hidayat, Jumat, 4 Juni.
Dia mengatakan, upaya tersebut telah dilakukan pemerintah negara lain, salah satunya Malaysia lewat Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin.
Menurutnya, jika Jokowi telah melakukan diplomasi tingkat tinggi, umat Islam di Indonesia tentu akan menerima apapun hasilnya. Sebab, pimpinan negara telah berusaha maksimal. Terlebih, Jokowi dan Raja Salman diketahui memiliki hubungan baik.
“Presiden Jokowi memiliki kedekatan dengan Raja Salman, bahkan pernah datang langsung ke Arab Saudi pada April 2019 dalam rangka membahas peningkatan kerja sama bidang ekonomi,” kata wakil ketua Majelis Syuro PKS itu.
Disatu sisi, sambungnya, pemerintah Arab Saudi sejauh ini juga belum mengumumkan kuota haji dari luar negaranya untuk ibadah haji 2021. Otoritas setempat pada minggu ini baru mengeluarkan izin masuk kepada 11 negara untuk keperluan bisnis, termasuk di antaranya wisata, tetapi bukan ibadah haji dan umrah.
11 negara yang diperbolehkan masuk ke Arab Saudi, sebagaimana diumumkan Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Irlandia, Italia, Jepang, Jerman, Prancis, Portugal, Swedia, Swiss, dan Uni Emirat Arab.
Hidayat memaklumi alasan Menteri Agama Yaqut Cholil Coumas yang membatalkan haji tahun ini lantaran pertimbangan kesehatan dan keselamatan jemaah di tengah pandemi COVID-19.
"Tapi tidak serta merta membuat keputusan sepihak dengan pembatalan calon haji," tandasnya.
Pembatalan Haji Melalui Kajian Mendalam
Kementerian Agama membantah anggapan bahwa telah terburu-buru dalam memutuskan pembatalan pemberangkatan jemaah haji 2021. Pasalnya, keputusan yang diumumkan Menteri Agama Yaqut Cholil Coumas itu sudah dilakukan melalui kajian mendalam.
“Keputusan itu tentu berdasarkan kajian mendalam, baik dari aspek kesehatan, pelaksanaan ibadah, hingga waktu persiapan. Tidak benar kalau dikatakan terburu-buru,” tegas Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Khoirizi di Jakarta, Jumat, 4 Juni.
“Pemerintah bahkan melakukan serangkaian pembahasan, baik dalam bentuk rapat kerja, rapat dengar pendapat, maupun rapat panja haji dengan Komisi VIII DPR,” sambungnya.
Khoirizi menuturkan, Kementerian Agama tentu berharap ada penyelenggaraan haji pada tahun ini. Bahkan, sejak Desember 2020, Kemenag sudah melakukan serangkaian persiapan, sekaligus merumuskan mitigasinya.
"Beragam skenario sudah disusun, mulai dari kuota normal hingga pembatasan kuota 50 persen, 30 persen, 25 persen sampai 5 persen," ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, persiapan penyelenggaraan juga dilakukan, baik di dalam dan luar negeri. Persiapan layanan dalam negeri, misalnya terkait kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik.
Demikian pula penyiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya.
"Namun, semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Saudi," katanya.