Saatnya Jamu Tampil Lebih Elok dengan Pengolahan Berbasis Sains, PDPOTJI dan BPOM Lakukan Ini
JAKARTA - Jamu adalah warisan nenek moyang yang kaya khasiat. Namun di era sekarang produk jamu harus tampil dengan kemasan yang elok dan mengolahan berbasis sains. Untuk hal itu Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendorong terjalinnya kolaborasi antara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI).
"BPOM sebagai pihak yang memiliki otoritas di masalah obat termasuk jamu, kami tunggu arahan. IDI melalui lembaga riset, PDPOTJI bersama mengembangkan jamu. Kami di IDI masih bisa meresepkan jamu kalau sudah kualitas obat," kata Ketua Umum IDI Daeng Mohammad Faqih dalam "Online Talk Show Spesial Hari Jamu 2021", Minggu, 30 Mei seperti dilansir Antara.
Daeng mengatakan, Indonesia memiliki kekayaan tumbuhan-tumbuhan termasuk bahan obat yang perlu didorong untuk dikembangkan sehingga bisa masuk dalam resep dokter. "Kami yakin di Indonesia, tumbuh-tumbuhan, bahan obat besar sekali (potensinya), sayang sekali kalau tidak kita dorong untuk dikembangkan menjadi obat atau jamu yang bisa digunakan dokter," kata dia.
Menurut dia, kolaborasi yang nantinya terwujud bisa menjadi pekerjaan yang luar biasa untuk bangsa Indonesia. "BPOM sebagai pengayom, IDI melalui lembaga riset dan PDPOTJI untuk melakukan pengembangan jamu yang bisa dimanfaatkan dokter yang berkualitas obat dengan riset-riset sainstifikasi. Kalau ini dikerjakan sepertinya pekerjaan yang luar biasa untuk bangsa," tutur Daeng.
Baca juga:
- Sido Muncul, Perusahaan Jamu Milik Konglomerat Irwan Hidayat Berhasil Raup Penjualan Rp3,33 Triliun di 2020
- Sejarah Sido Muncul yang Didirikan Rakhmat Sulistio dan Kini Dapat Rp3,33 Triliun dari Pandemi COVID-19
- Penjualan Sido Muncul Tetap Tumbuh di Kala Pandemi COVID-19
- Jonan Mundur dari Komisaris Sido Muncul, Mau Konsentrasi di Unilever?
Dalam kesempatan itu Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM, Reri Indriani, menyambut baik ajakan kolaborasi ini.
Dia mengatakan, BPOM terus berkomitmen terus melakukan pengawalan dalam pengembangan herbal mengingat memiliki potensinya yang besar Indonesia.
"BPOM berkomitmen untuk pengawalan riset dengan melakukan pendampingan regulatori bagi para peneliti dan pelaku usaha sejak penyusunan protokol uji klinik, pra-klinik hingga pelaksanaan uji klinik melalui workshop dan beberapa penyederhanaan proses, mengedepankan aspek keamanan, manfaat, dan mutu," kata Reri.
Menurut Reri, uji klinik penting untuk memperoleh data klinik yang valid dan kredibel sehingga obat tradisional dapat sukses menjadi bentuk fitofarmaka yang berkualitas, berkhasiat, dan diharapkan bisa masuk ke dalam JKN.
BPOM belum lama ini diminta Kementerian Kesehatan menjadi tim dalam Kebijakan Obat Nasional (KONAS) penyusunan obat herbal seperti Jamu. Reri menuturkan, ini menjadi sinyal positif adanya langkah fitofarmaka bisa masuk di dalam KONAS yang bisa digunakan dalam JKN. "Tentu dengan screening ketat melalui pembuktian pra-klinik dan uji klinik," demikian ujar Reri.
Kemasan Jamu Jangan Terkesan Kuno
Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), dr Inggrid Tania setuju kemasan jamu Indonesia perlu lebih menarik sehingga tidak terkesan kuno. "Saya sepakat Jamu kita packaging-nya harus lebih baik, menarik lagi sehingga tidak terkesan kuno," tutur dia.
Inggrid mengatakan, aspek keamanan kemasan juga perlu menjadi perhatian. Dia mencontohkan, jamu dalam kemasan botol ada ditemukan dalam kondisi tidak tersegel baik. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran adanya zat-zat yang masuk mencemari jamu.
Walau begitu, aspek yang lebih penting ialah bagaimana jamu yang ada bisa dipertanggungjawabkan khasiatnya untuk kesehatan tubuh. Di Jepang, obat herbal atau Kampo yang dari sisi kemasan relatif terlihat kuno, namun ada kepastian dalam kualitas bahan bakunya terstandarisasi.
Jamu sendiri di Indonesia saat ini, belum masuk dalam bahan yang diresepkan dokter untuk pasien. Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng Mohammad Faqih mengatakan, jamu bisa diresepkan dokter bila sudah memiliki kualitas obat.
Walau begitu, dokter masih bisa sebatas menganjurkan dan mengajarkan cara membuat jamu pada pasien mereka. "Dokter belum diberikan legalitas untuk memberikan ramuan jamu tetapi kita bisa menganjurkan pada pasien, mengajarkan cara membuatnya," kata Tania.
Dokter bisa mengajarkan jamu sudah mempunyai bukti empirik seperti ramuan yang biasanya dijual penjaja jamu gendong. Untuk mengobati nyeri otot misalnya, bisa memanfaatkan ramuan membuat cabai puyang yang berbahan cabai jawa, lempuyang, jahe, lada hitam.
Namun, tak sembarang pasien bisa dianjurkan meminum Jamu. Mereka ini khususnya tidak boleh memiliki alergi terhadap bahan-bahan dari tanaman obat yang dipakai dalam ramuan jamu tersebut.