Jawaban Mendes PDTT Atas Anggapan Berbelitnya Mekanisme Penyaluran BLT Dana Desa
JAKARTA - Kementerian Desa Pembangungan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) sempat mendapat kritik dari pemerintah daerah mengenai bantuan langsung tunai (BLT) Dana Desa. Pemicunya adalah mekanisme penyaluran dana dari pemerintah pusat yang dianggap berbelit-belit.
BLT Dana Desa adalah bantuan yang diambil dari dana desa untuk warga yang tergolong prasejahtera dan terdampak virus corona atau COVID-19, baik langsung maupun tidak langsung.
Sebelumnya, ramai di media sosial Twitter video Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim) Sehan Salim Landjar yang sempat meluapkan amarahnya terkait mekanisme penyaluran bantuan dari pusat untuk warga miskin di desa-desa yang berlangsung rumit.
Menanggapi hal ini, Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar mengaku telah melakukan komunikasi dengan Bupati Boltim tersebut. Ia mengatakan, semenjak video tersebut ramai di media sosial, pihaknya langsung berusaha berkomunikasi dengan Sehan untuk mengetahui duduk permasalahannya.
Abdul Halim mengaku, sudah meluruskan kasalahpahaman mengenai keluhan Sehan soal kebijakan Kemendes PDTT yang dianggap berubah-ubah. Ia menegaskan, pihaknya tidak pernah mengubah kebijakan.
"Kami sampaikan, kami tidak pernah mengubah kebijakan, yang ada adalah menambah. Memang pada awalnya, kami tidak mengubah peraturan Menteri Desa. Kami hanya mengeluarkan surat edaran karena mengatur dua hal," katanya, saat konferensi pers secara virtual bersama wartawan, di Jakarta, Senin, 27 April.
Di samping itu, Abdul Halim menjelaskan, dua hal dalam surat edaran Kemendes PDTT yakni, soal padat karya tunai desa dan tentang pencegahan dan penanganan COVID-19. Menurut dia, dua poin ini tidak membuat adanya pengubahan Permendes lantaran sudah diatur dan terakomodasi dalam Permendes Nomor 11 Tahun 2019.
Menurut Abdul Halim, surat edaran ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa ada kebijakan baru yakni dana desa bisa digunakan juga menyalurkan BLT. Karena hal ini, belum terakomodasi di Permendes, maka pihaknya melakukan pengubahan dengan mengeluaran Permendes Nomor 6 Tahun 2020 tentang Permendes Nomor 11 Tahun 2019.
Baca juga:
Abdul Halim menegaskan, yang berubah hanya regulasi bukan kebijakannya. Sebab, suatu kebijakan harus mempunyai dasar hukum yang jelas untuk implementasinya.
"Hanya itu, (yang ada) perubahan payung hukumnya. Tapi kebijakannya tidak ada yang berubah," tuturnya.
Sekadar informasi, dunia maya sempat diramaikan dengan video Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Provinsi Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar yang terlihat tak dapat menahan emosinya. Dalam video itu, yang bersangkutan memprotes mekanisme pembagian BLT dari pemerintah pusat kepada warga miskin.
"Warga enggak boleh dapat (bantuan) karena terima BLT. BLT-nya kapan? Masih buka rekening ini lagi, kriteria ini. Macam-macam negeri sudah mau bangkrut, menteri-menteri masih pada ngeyel semua," ucapnya, seperti dalam video di Twitter, Senin, 27 April.
Keluhan Sehan, mendapat respons dari seorang di sampingnya. Ia kemudian terdengar menimpali pernyataan Ladjar.
"BLT bukan diambil dari dana desa?," tanya pria berbaju biru dalam video.
Mendapat pertanyaan tersebut, Landjar membenarkan bahwa BLT tersebut memang berasal dari Dana Desa. Namun, yang dikeluhkannya adalah proses pemberian BLT yang tidak mudah.
"Iya dari dana desa, prosesnya kan panjang. Kalau 4.700 warga, memangnya bank di Sulut ada buku rekening sebanyak itu? Ngeyel tuh menteri," sambung Sehan.
Kemudian, Sehan melanjutkan ucapnya. Bupati yang dikenal vokal mementingkan rakyatnya tersebut lantas mempertanyakan kapan pencairan BLT itu bisa terlaksana. Sebab, di tengah pandemi COVID-19 ini, banyak warga miskin yang menanti bantuan tersebut.
"Kami bingung, mau bagaimana bagi ini ke orang yang dapat BLT. Sekarang yang lain-lain sempat terima, yang BLT ini lapar. Dia yang paling miskin sekarang. Uangnya tak tahu mau kucur kapan," ucapnya.
"Memangnya menteri-menteri itu lebih hebat dari bupati. Saya selalu bilang, jangan mengeneralisir bahwa seakan-akan pemerintah daerah itu cuma garong. Kasih saja diskresi dikawal oleh Polisi, KPK, LSM, wartawan," sambungnya.