Novel Baswedan Sampaikan Kabar Sedih Usai Laporkan Lima Pimpinan ke Dewas KPK

JAKARTA - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku sedih telah melaporkan lima pimpinannya ke Dewas KPK. Ini buntut asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Kelima pimpinan, yakni Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, dan Nurul Ghufron. Mereka dilaporkan ke Dewas lantaran diduga melanggar kode etik bahkan bertindak sewenang-wenang dalam proses alih status pegawai menjadi ASN. 

"Hari ini kami sebenarnya kembali bersedih. Bersedihnya karena kami harus melaporkan Pimpinan KPK. Seharusnya pimpinan KPK itu kan dalam integritas tentunya baik, harusnya begitu. Tapi dalam beberapa hal yang kami amati itu ada hal-hal yang sangat mendasar dan kemudian kami lihat sebagai masalah yang serius," kata Novel, Selasa, 18 Mei.

Kata Novel, langkah ini dilakukan bersama 74 pegawai KPK yang tak lolos asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk menghentikan tindakan sewenang-wenang dan tidak jujur yang dilakukan pimpinan KPK dalam proses alih status pegawai. Novel menduga terdapat upaya menyingkirkan sejumlah pegawai tertentu melalui TWK.

"Kemudian membuat seolah-olah ada proses yang, orang-orang yang harusnya adalah pegawai-pegawai berlaku baik, yang berprestasi, justru malah dibuat seolah-olah tidak lulus atau tidak memenuhi syarat. Sekali lagi tadi kami katakan bahwa, kenapa kami bersedih, karena perilaku atau suatu pelanggaran kode etik berat atau kode etik yang serius ini terjadi bukan baru pertama kali,' katanya.  

 

Novel mengaku, para pegawai berharap pimpinan KPK merupakan orang-orang yang menjaga etika profesi dan integritasnya. Ditekankan, nilai etika dan integritas sudah sepatutnya menjadi basis dalam upaya pemberantasan korupsi.  

"Oleh karena itu sekali lagi saya katakan ini suatu keprihatinan dan kami berharap Dewas bisa berlaku profesional mungkin demi kebaikan dan demi kepentingan pemberantasan korupsi yang lebih baik," katanya. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan tak lolosnya 75 pegawai dalam asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) tak serta merta dapat dijadikan alasan pemberhentian pegawai terkait alih status ASN. Tes untuk alih status ASN tak boleh merugikan hak pegawai KPK.

“Saya sependapat dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan pengujian UU Nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU (KPK) yang menyatakan bahwa proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN,” kata Jokowi dalam pernyataan yang dikutip lewat YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 17 Mei. 

Jokowi menegaskan KPK memang harus memiliki SDM terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi. Karena itu, pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN harus menjadi bagian dari upaya pemberantasan korupsi yang lebih sistematis.