Cerita Penderita COVID-19 di Wuhan Berkali-kali Positif dan Tak Sembuh hingga Dua Bulan

JAKARTA - Wuhan, kota yang pertama kali memiliki kasus COVID-19 kini mulai bangkit. Aturan lockdown sudah dicabut sejak awal April dan masyarakat sudah mulai melakukan aktivitas seperti biasanya. Meski demikian, bukan berarti sudah tidak ada pasien COVID-19.

Mengenakan setelan hazmat, dua masker, dan pelindung wajah, seorang psikolog bernama Du Mingjun mengetuk pintu sebuah apartemen di distrik pinggiran Kota Wuhan pada pagi hari. Seorang pria mengenakan masker membuka pintu sedikit dan setelah Du Mingjun memperkenalkan dirinya sebagai psikolog, pria tersebut menangis.

"Aku benar-benar tidak tahan lagi," kata pria tersebut.

Dilansir Reuters, Rabu 22 April, pria tersebut didiagnosis COVID-19 pada awal Februari. Ia berusia 50-an dan sebelumnya dirawat di dua rumah sakit hingga akhirnya dipindahkan ke pusat karantina yang dibuat di apartemen di bagian industri Wuhan. Pria tersebut hingga kini masih mendapatkan hasil positif setiap melakukan pemeriksaan COVID-19.

Kejadian ini masih menjadi misteri yang membingungkan para dokter, bahkan ketika sekarang para tim medis berhasil memperlambat penyebaran COVID-19 di seluruh negeri. Nasib pasien di Wuhan yang menderita COVID-19 dalam waktu yang sangat lama menggarisbawahi berapa banyak yang masih belum diketahui tentang COVID-19.

Selain itu, para dokter juga masih belum mengerti mengapa reaksi dari COVID-19 pada setiap orang berbeda-beda. Sejauh ini, secara global kasus COVID-19 telah mencapai 2,5 juta dengan lebih dari 171.000 kematian.

Para dokter di Wuhan juga mengatakan, semakin banyak kasus di mana orang yang pulih dari COVID-19, tetapi kembali positif tanpa menunjukkan gejala. Orang-orang yang kembali tertular COVID-19 juga merusak harapan bahwa orang yang pernah menderita COVID-19 akan menghasilkan antibodi yang mencegah mereka kembali terjangkit virus tersebut.

Kejadian-kejadian ini merupakan salah satu tantangan terbesar mereka saat China bergerak ke fase baru pertempuran dalam penahanan gelombang kedua virus. Kemungkinan seseorang yang terus positif terhadap uji virus, tetap berpotensi menularkan virus. Oleh karena itu kemungkinan tersebut harus menjadi perhatian internasional.

Hal tersebut dikarenakan banyak negara yang berusaha mengakhiri aturan lockdown dan melanjutkan kegiatan ekonomi ketika penyebaran virus melambat. Saat ini, periode isolasi yang direkomendasikan secara global setelah paparan adalah 14 hari.

Ilustrasi foto (Tedward Quinn/Unsplash)

Kebingungan

Zhao Yan, seorang dokter di Rumah Sakit Zhongnan, Wuhan, mengatakan ia skeptis tentang kemungkinan orang kembali terinfeksi COVID-19 berdasarkan kasus di rumah sakit tempatnya praktik, meskipun ia tidak memiliki bukti kuat.

“Mereka dipantau secara ketat di rumah sakit dan mengetahui risikonya, sehingga mereka tetap berada di karantina. Jadi saya yakin mereka tidak terinfeksi kembali," katanya. 

Jeong Eun-kyeong, Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea, mengatakan bahwa virus corona baru "kembali aktif" pada 91 pasien di Korea Selatan (Korsel) setelah dinyatakan sembuh. 

Ahli Korsel dan China lainnya mengatakan bahwa sisa-sisa virus dapat tetap berada di tubuh pasien yang sudah sembuh tetapi tidak menular atau berbahaya bagi inang atau orang lain.