Bupati Kena OTT Masih Tren, Pengamat: Sistem Pemilu Harus Diubah dan Hukuman Lebih Tegas
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Hal ini menambah daftar panjang kepala daerah yang terlibat korupsi.
Pengamat politik Karyono Wibowo menuturkan, salah satu penyebab kepala daerah dan pejabat lainnya masih terus melakukan korupsi lantaran hukuman yang terlalu ringan. Utamanya, karena adanya biaya politik yang terlalu tinggi.
"Kemudian akar persoalan korupsi yang belum putus. Artinya, kepala daerah melakukan korupsi penyebab utamanya itu adalah biaya politik yang sangat besar. Biaya politik besar ini menjadi penyebab kepala daerah melakukan korupsi," ujar Karyono kepada VOI, Senin, 10 Mei.
Menurutnya, biaya pilkada di Indonesia bisa mencapai puluhan sampai ratusan miliar. Sementara gaji atau insentif kepala daerah masih sangat tidak seimbang dengan biaya politik yang dikeluarkan. Sehingga membuat mereka melakukan korupsi untuk mengembalikan modal politik.
"Saya kira itu penyebab utamanya, masalah biaya politik yang sangat tinggi," jelas Karyono.
Baca juga:
- Jadi Ahli Sidang Rizieq Shihab, Refly Harun: Tidak Perlu Ada Pidana Kalau Sudah Disanksi Denda
- Mengeluh Panas Sekali di Penjara, Ferdinand ke Rizieq Shihab: Sabar Ya, Buktikan dan Jangan Mengeluh!
- Rizieq Shihab 'Curhat' Cape, Lelah, Panas di Ruang Sidang, Ferdinand: Lha, Katanya Singa Gurun
- Hakim Cecar Shabri Lubis Bertahan di FPI: Saudara Dapat Dana?
Direktur Eksekutif Indonesia publik Institute (IPI) itu mengatakan, anggaran dari pemerintah mungkin menjadi salah satu solusi mengatasi biaya politik partai. Namun, kata dia, tetap tidak seimbang karena dana parpol masih terlalu kecil.
"Karenanya, menurut saya sistem pemilunya yang harus dirubah, diperbaiki sistem pemilu yang lebih efektif dan efisien, yang membuat biaya politik terlalu tinggi, misalnya sistem kampanye yang efisien," jelas Karyono.
"Kemudian yang paling besar biayanya, mahar partai. Meskipun banyak partai yang mengatakan tidak ada mahar partai tapi faktanya masih ada. Misalnya yang diungkap La Nyalla dia diminta mahar politik untuk jadi calon gubernur Jatim pada saat itu. Tapi mahar politik masih ada dan cenderung tinggi," tambahnya.
Terkait dugaan tindak pidana korupsi lelang jabatan yang dilakukan Bupati Nganjuk, Karyono mengatakan itu memang salah satu sumber pendapatan kepala daerah.
"Lelang jabatan itu sering terjadi. Itu untuk mengembalikan biaya politiknya, selain dia korupsi proyek pembangunan atau suap, paling banyak kan suap dari pengusaha. Salah satunya ya jual beli jabatan," katanya.
Karyono mengatakan, korupsi motif ini memang sudah membudaya tidak hanya Pemerintah daerah tapi di kementerian dan institusi pemerintah lain.
"Contoh Romahurmuziy mantan ketua PPP itu kan kasus jual beli jabatan juga," sebutnya.
Maka, kata dia, selain perbaikan sistem pemilu yang bisa menekan biaya politik tidak besar. Penegakan hukum juga penting yaitu menambah hukuman terhadap para koruptor termasuk kepala daerah.
"Penegakan hukum jadi salah satu instrumen penting untuk membuat efek jera. Selain perbaikan sistem tadi harus ada penegakan hukum lebih tegas. Dengan memberikan hukuman yang lebih berat itu cara membuat efek jera. Karena hukumannya masih sangat ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera," jelasnya.
"Jadi sistem pemilu yang efektif efisien kemudian mahar politik partai yang harus ditiadakan. Kalau masih ada ini penegak hukum harusnya bisa lebih tegas, KPK kan bisa masuk kesitu," tandas Karyono Wibowo.