Jadi Ahli Sidang Rizieq Shihab, Refly Harun: Tidak Perlu Ada Pidana Kalau Sudah Disanksi Denda
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyebut pemberian sanksi administrasi atau denda dinilai sudah cukup dalam perkara pelanggar protokol kesehatan (prokes). Sehingga, tidak perlu lagi ada sanksi pidana dalam perkara tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Refly ketika dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan perkara dugaan kerumunan dan pelanggaran prokes untuk terdakwa Rizieq Shihab dan lima mantan petinggi FPI.
Mulanya, Rizieq Shihab bertanya kepada Refly Harun soal penggunaan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Padahal, dalam perkara pelanggaran prokes sudah ada sanksi denda.
Lantas, Refly pun menjawab jika dalam suatu perkara bisa diselesaikan dengan cara di luar hukum. Artinya, tidak menggunakan proses pidana.
"Kalau sanksi misalnya sanksi nonpidana bisa diterapkan dan yang menerima sanksi tersebut juga patuh misalnya. Ya maka kita bicara untuk apalagi kita sanksi pidana untuk kasus itu," kata Refly dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 10 Mei.
Baca juga:
- Mengeluh Panas Sekali di Penjara, Ferdinand ke Rizieq Shihab: Sabar Ya, Buktikan dan Jangan Mengeluh!
- Rizieq Shihab 'Curhat' Cape, Lelah, Panas di Ruang Sidang, Ferdinand: Lha, Katanya Singa Gurun
- Hakim Cecar Shabri Lubis Bertahan di FPI: Saudara Dapat Dana?
- Kasus Debt Collector Mengepung Serda Nurhadi: TNI-Polri Bergerak, 11 Orang Tertangkap
Kemudian, Refly juga menyinggung soal hukum bukan digunakan sebagai alat untuk balas dendam. Seharusnya, dalam penegakan hukum harus mengutamakan restoratif justice.
"Misalnya dalam soal prokes kalau semua pelanggaran prokes yang mala in prohibita itu dekati dalam hukum pidana semua. Maka berdasarkan asas equality before the law dan asas diskriminatif semuanya harus diproses demi menegakan dua prinsip tersebut," papar dia.
"Kan tidak mungkin bukan itu tujuan dari hukum, tujuan dari hukum itu tertib sosial. Kalau manusianya sudah tertib sudah patuh misalnya, untuk apalagi dihukum," sambung Refly.
Bahkan, Refly menegaskan dalam penerapan hukum pidana maka harus dibuktikan setidaknya 2 alasan yang menimbulkan kedaruratan kesehatan. Hanya saja, dalam kasus pelanggaran prokes ini sulit dibuktikan.
"Nah kalau dari sana saja susah kita harus membuktikannya maka membawa ini ke ranah pidana tidak lebih tidak penting lagi," tandas Refly
Untuk diketahui, dalam kasus kerumunan Petamburan, Rizieq dan lima mantan petinggi FPI didakwa telah melakukan penghasutan hingga ciptakan kerumunan di Petamburan dalam acara pernikahan putrinya dan maulid nabi Muhammad SAW.
Sementara dalam kasus kerumunan Megamendung, Rizieq didakwa telah melanggar aturan kekarantinaan kesehatan dengan menghadiri acara di Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah, Megamendung, Puncak, Kabupaten Bogor 13 November 2020 lalu.