Perusahaan Menara dari Grup Djarum Milik Konglomerat Hartono Bersaudara Raup Laba Rp2,84 Triliun di 2020
JAKARTA - Perusahaan menara telekomunikasi, PT Sarana Menara Nusantara Tbk membukukan pertumbuhan kinerja di tahun buku 2020. Emiten berkode saham TOWR itu membukukan laba bersih Rp2,84 triliun.
Dikutip dari laporan keuangan TOWR yang dipublikasikan di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu 5 Mei, raihan laba tersebut naik 21,09 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya Rp 2,34 triliun. Laba per saham pun meningkat menjadi Rp 57 per saham dari sebelumnya Rp 46 per saham.
Knaikan laba ini sejalan dengan meningkatnya pendapatan TOWR dari sebelumnya Rp6,45 triliun menjadi Rp7,44 triliun. Jika dirinci, pendapatan ini dikontribusi dari kenaikan pendapatan sewa menara telekomunikasi pihak ketiga menjadi Rp6,96 triliun dari sebelumnya Rp5,85 triliun.
Kemudian, pendapatan jasa lainnya sebesar Rp345,07 miliar. Selain itu, pendapatan sewa dari pihak berelasi tercatat sebesar Rp2,58 miliar dari jasa lainnya senilai Rp130,94 miliar.
Adapun beban pokok pendapatan meningkat menjadi Rp2,05 triliun dari sebelumnya Rp1,81 triliun. Alhasil, laba bruto TOWR menjadi Rp5,38 triliun dari tahun 2019 sebesar Rp4,64 triliun.
Baca juga:
- Daftar Terbaru 10 Orang Paling Kaya di Indonesia 2021 Versi Forbes, Nomor Berapa Konglomerat Hartono Bersaudara dan Chairul Tanjung?
- PT Djarum Milik Konglomerat Hartono Bersaudara Bayar THR ke Karyawan Rp106 Miliar
- Konglomerat Hartono Bersaudara Si Pemilik Harta Rp560 Triliun Pastikan Karyawan PT Djarum Dapat THR Sekali Gaji
- Makin Tajir Melintir, Laba Perusahaan Duo Hartono Pemilik BCA di 2020 Capai Rp15 Triliun
Dari sisi aset, perusahaan menara telekomunikasi Grup Djarum yang dimiliki konglomerat Hartono bersaudara ini mencapai Rp34,25 triliun per 31 Desember 2020. Angka ini meningkat dari posisi Desember 2019 senilai Rp27,66 triliun.
Aset tersebut terdiri dari liabilitas Rp24,06 triliun dan ekuitas sebesar Rp 10,18 triliun. Sebagai informasi, peningkatan aset terutama disebabkan oleh pembelian menara dari PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan penerapan awal PSAK 73 di mana perusahaan harus mengakui hak guna di masa depan dari aset yang disewa terkait sewa tanah, sewa kantor dan sewa satelit.
Meningkatnya liabilitas disebabkan oleh penerapan awal PSAK 73 di mana diakuinya utang pembiayaan sewa atas komitmen sewa tanah kantor dan satelit dan juga meningkatnya utang bank terkait pembiayaan pembelian menara XL dan adanya penerbitan obligasi berkelanjutan II tahap I tahun 2020 dari anak usahanya, PT Profesional Telekomunikasi Indonesia atau PT Protelindo.