Lewat Surat Terbuka Atalarik Syah Sebut Tsania Marwa Nusyuz Alias Durhaka

JAKARTA - Upaya penjemputan anak yang dilakukan oleh Tsania Marwa berakhir dramatis. Dua anaknya tak berhasil diajak pulang oleh janda Atalarik Syah karena mengunci diri dalam kamar. Bahkan menyebut ibunya akan menculik mereka. 

Usai kejadian tersebut, Atalarik Syah mengklaim anak-anaknya stres. Atalarik Syah pun menuliskan surat terbuka atas kekecewaannya dan diunggah dalam feed Instagramnya. Berikut adalah surat terbuka yang dibuat oleh Atalarik Syah:

Bismillahirahmanirahim

Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Dengan Hormat.

Bapak/Ibu dan saudara/i setanah air.

Surat terbuka ini saya sampaikan karena masalah rumah tangga saya sudah menjadi konsumsi publik. Dimulai dari perceraian saya dengan mantan istri saya yang melakukan tindakan Nusyuz hingga saat ini berujung perebutan hak asuh anak, berlanjut keputusan KASASI yang telah memenangkan mantan istri saya, kemudian Pengadilan Agama Cibinong Jawa Barat menetapkan Eksekusi anak-anak saya pada tanggal 29 April 2021.

Alhamdulillah, anak-anak dengan kuasa Allah SWT dan atas kemauan mereka sendiri hanya mau tinggal bersama saya, Bapak mereka.

Hal yang ingin saya sampaikan ialah berdasarkan pengamatan dan pandangan dari para saksi keluarga di tempat Eksekusi yakni rumah saya, juga saksi kuasa hukum dan saya pribadi tidak ada di tempat saat itu), anak-anak saya adalah korban kezaliman dari agenda Pengadilan Agama Cibinong pada tanggal 29 April 2021 tersebut.

Adapun kejadiannya adalah sebagai berikut.

1. Saat itu, saya tidak di rumah, saya bekerja. Namun, lebih dari itu, dari diri saya sendiri sudah sampai ke titik pasrah. Sedih dan miris hati saya membayangkan anak- anak saya akan dieksekusi. Selain istilah yang tak lazim karena lebih tepat diperuntukkan kepada benda daripada manusia, saya juga tidak mau kehadiran saya membingungkan anak-anak untuk mengambil keputusan.

2. Tindakan Pengadilan Agama Cibinong dalam melaksanakan Eksekusi terhadap anak (seharusnya dapat dibedakan bukan seperti eksekusi tanah/barang) dengan mengerahkan puluhan polisi dari Polres Cibinong dan PROVOS adalah tindakan yang berlebihan dan memancing kerusuhan, juga terlebih ketegangan dan keresahan anak-anak saya yang mendapat tindakan eksekusi selama hampir 6 jam, tanpa memperdulikan pengaruh psikologis terhadap anak-anak saya yang berusia 8 tahun dan 5 tahun, padahal anak2 sudah berteriak puluhan kali menolak terang trangan ikut ibunya. Begitu juga suasana keramaian yang ditimbulkan oleh banyaknya petugas Kepolisian datang, justru merendahkan martabat saya beserta keluarga di lingkungan tempat tinggal kami. Tindakan tersebut bagai tindakan penggerebekan sarang narkoba atau teroris. Para petugas seperi unjuk kekuatan di depan umum dan media. Coba kita pikirkan bersama, Anak-anak saya justru akan dieksekusi dari rumah mereka sendiri. Rumah yang nyaman tempat mereka tumbuh dan tetap ceria selama ini walaupun orangtuanya bercerai. Mari lihat bagaimana anak-anak saya tidak mau pergi saat dieksekusi. Apa yang dibuktikan dari situasi tersebut? Bagaimana pandangan kita terhadap kenyamanan hati mereka?

3. Tindakan Pengadilan Agama Cibinong dalam melaksanakan Eksekusi terhadap anak-anak saya dengan mengerahkan puluhan POLISI dari POLRES Cibinong dan PROVOS yang berseragam lengkap adalah melanggar UU Perlindungan Anak, UU Peradilan Anak, dan UU yang relevan dengan tindakan tersebut.

4. Tindakan Pengadilan Agama Cibinong dalam melaksanakan upaya Eksekusi terhadap anak dengan membiarkan kekerasan dilakukan terhadap anak dan mencoba memaksa anak dengan menyuruh anggota KEPOLISIAN membantu melakukan penekanan terhadap anak adalah tindakan melawan hukum.

5. Tindakan Pemohon Eksekusi melakukan kekerasan terhadap anak dengan menarik-narik tangan anak saat anak meronta-ronta tidak mau ikut dengan paksaan Pemohon Eksekusi adalah sama dengan melakukan kekerasan verbal terhadap anak dan merupakan tindak pidana yang dapat diancam dengan hukuman pidana.

6. Tindakan yang paling memprihatinkan ialah tindakan Pengadilan Agama Cibinong sebagai Pengadilan Agama yang melaksanakan Eksekusi pada bulan Suci Ramadhan saya anggap terlalu memaksakan tanpa menunjukan alasan-alasan yang dibenarkan dalam ajaran Islam bagi orang-orang yang sedang menjalankan ibadah puasa bulan Suci Ramadhan. Tindakan tersebut tidak menghiraukan imbauan saya sebelumnya, saat saya memohon kepada Komisi Perlindungan Anak Daerah Cibinong agar menyampaikan Eksekusi tersebut selepas Idul Fitri 1442H sebagai wujud Pengadilan Agama yang lebih dapat menimbang urusan beragama dengan adil demi kepentingan ibadah umat.

7. Perlakuan tidak pantas, berupa sikap arogan dan bentakan, juga dilakukan oleh para eksekutor Pengadilan Agama terhadap ibu saya, nenek anak-anak saya, yang berusia 74 tahun. Hal tersebut sungguh tidak pantas karena beliau dan anggota keluarga saya yang berada di rumah saya saat itu, justru turut berupaya membantu petugas serta tidak menghalangi anak-anak saya untuk ikut ibunya, selama tidak ada paksaan.

Seperti itukah layaknya tindakan eksekusi terhadap anak-anak di negeri kita ini? Seperti itukah tindakan yang patut dilakukan oleh aparat sebagai pelindung warga? Dimana kepatutan tingkah laku kita sebagai masyarakat yang berakhlak mulia?

Oleh karena itu, berdasarkan penilaian-penilaian tersebut di atas, saya merasa perlu menulis surat terbuka ini agar kita sama-sama dapat menilai dan melakukan segala sesuatu di negara kita yang berlandaskan hukum dan nilai-nilai tinggi budaya, serta sebagai bangsa yang halus budi dan hati untuk dapat memperhatikan kondisi anak-anak dan memperhatikan tindakan kita berdasarkan nilai-nilai Agama, nilai kehidupan, dan aturan hukum yang mendasari segala tindak tanduk kita.

Kekerasan pada anak-anak saya justru terjadi oleh petugas yang datang. Untuk hal itu, saya, dunia akhirat, tidak ikhlas dan ridho terhadap tindakan pihak terkait yang terlibat langsung dan menjalankan aksi tersebut.

Semoga Allah SWT menunjukan keadilan dan rahmatNya. Amin. Kiranya Allah SWT menjadikan para aparat bertindak lebih baik demi kebaikan rakyat dan nama harum bangsa Indonesia sebagai negara yang menjunjung Agama dan Budaya tinggi. Amin.

Apa yang terjadi pada anak-anak saya dapat juga terjadi pada anak-anak lain. Sebenarnya yang terpenting ialah bagaimana kita bersama tidak menciptakan generasi lemah karena masalah rumah tangga seperti yang saya alami ini. Selayaknya, solusi kondusif dan perbaikan situasi diupayakan dengan melakukan tindakan yang berlandaskan segala pertimbangan tingkah laku sebagai manusia bermartabat. Bukankah keluarga yang kuat akan membentuk negara yang kuat juga. Sudah sepatutnya tiap keluarga di Republik Indonesia kita ini lebih diperhatikan dan dijaga spirit, jiwa, dan raganya, Harapan saya, pemerintah dapat melakukan perbaikan dalam mewujudkan jalannya sistem yang lebih baik dan sehat.

Terima kasih.

Salam Hormat,

Atalarik Syach.

Dalam surat tersebut, Atalarik Syah pun menyebut pangkal masalahnya adalah saat tindakan Tsania Marwa bertahun-tahun silam. Saat itu, Atalarik menyebut mantan istrinya telah melakukan tindakan "nusyuz".

Apa itu Nusyuz? Menurut KBBI, Nusyuz adalah perbuatan tidak taat dan membangkangnya seorang istri terhadap suami (tanpa alasan) yang tidak dibenarkan oleh hukum. Sementara menurut situs resmi NU, Nusyuz adalah sikap durhaka, haram, seorang istri yang tak melaksanakan kewajibannya pada suami.

"Nusyuz-nya seorang perempuan ialah sikap durhaka yang ditampakkannya di hadapan suami dengan jalan tidak melaksanakan apa yang Allah wajibkan padanya, yakni taat terhadap suami… nusyuz-nya perempuan ini hukumnya haram, dan merupakan satu dari beberapa dosa besar," dilansir dari situs NU, dalam Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha. 

Atalarik Syach tidak memberikan penjelasan mengapa mengyebut Tsania Marwa melakukan tindakan nusyuz. Namun warganet banyak yang menyebut Atalarik lebih layak disalahkan karena tidak mempertemukan anak dengan ibunya.