Pengusaha Miras Diminta Beralih Produksi Alkohol untuk Hand Sanitizer
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta para perusahaan yang memproduksi minuman keras beralih usaha membuat hand sanitizer selama masa pandemi COVID-19.
Hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan stok hand sanitizer di pasaran. Sebab, jika cairan pembersih tangan tersebut langka, akan ada oknum yang memanfaatkannya dengan menaikkan harga jual.
Pengalihan produksi dari miras menjadi hand sanitizer dianggap tepat karena keduanya sama-sama berbahan dasar alkohol yang mampu membunuh kuman, bakteri, hingga virus.
"Perusahaan-perusahaan kimia, home industry yang tadinya dipakai buat minuman, buat arak, tuak, cap tikus, berhenti (memproduksi) minuman-minuman itu. Alihkan membuat alkohol sanitizer untuk antiseptik," ujar Tito dalam siaran langsung yang diunggah di YouTube Livestreaming Kemendagri, Jumat, 17 April.
Baca juga:
Tito menilai alkohol bisa menjadi senjata untuk membunuh virus corona yang mewabah di Indonesia. Syaratnya, alkohol tersebut mesti memiliki kandungan di atas 65 persen, lalu sudah diracik dalam bentuk sanitizer dan antiseptik.
"Komisi kesehatan China, mereka sudah melakukan penelitian (bahwa) virus tak kuat dengan alkohol atau etanol 70 sampai 73 persen. Lalu, (virus) juga tidak kuat dengan disinfektan yang mengandung pemutih, serta tidak kuat dengan asam yang keras seperti karbon," jelas dia.
Lebih lanjut, Tito juga menyebut bahwa industri minyak kelapa sawit juga bisa membantu produksi alat pembersih virus corona. Sebab, virus yang berasal dari Wuhan tersebut akan mati jika dicuci dengan sabun, deterjen, atau sampo yang larut dalam air.
Dengan tingginya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia, Tito yakin para produsen akan memiliki peluang bisnis yang cukup menguntungkan. Sebab, alat pembersih menjadi kebutuhan yang memiliki urgensi di Indonesia.
"Ini potensi bisnis yang luar biasa untuk membantu ekonomi kita. Oleh karena itu, Pak Presiden sudah memerintahkan apapun industri dalam negeri agar bisa diverifikasi membuat alat-alat 'perang' ini, sekaligus merebut peluang bisnis dalam negeri," jelas Tito.