Sudah Dicegah ke Luar Negeri, KPK Pastikan Panggil Azis Syamsuddin Terkait Dugaan Suap Penyidik KPK

JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin telah dicegah ke luar negeri selama enam bulan. Pencegahan dilakukan karena dia diduga terlibat dalam dugaan suap penghentian pengusutan perkara yang melibatkan seorang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari unsur kepolisian Stepanus Robin Pattuju.

Dalam kasus ini, politikus Partai Golkar ini menjadi pihak yang diduga mengenalkan Stepanus dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. Perkenalan ini dilakukan di rumah dinasnya sebelum kongkalikong berujung penyuapan dengan uang senilai Rp1,3 miliar terjadi.

KPK kini terus mengusut kasus ini termasuk dengan menggeledah sejumlah tempat. Ada sejumlah tempat yang digeledah, tak terkecuali ruang kerja milik Azis Syamsuddin di Gedung DPR RI dan rumah dinas miliknya. 

Dari penggeledahan tersebut ditemukan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik. Namun, tak ada rincian lebih lanjut dokumen apa saja yang ditemukan tersebut.

Lantas kapan Azis dipanggil?

Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri menegaskan, semua pihak yang berkaitan dengan perkara penghentian pengusutan perkara Wali Kota Tanjung Balai tentunya akan dipanggil. Namun, dia tak menjelaskan kapan pemanggilan terhadap Azis bakal dilakukan.

"Kami memastikan siapapun yang diduga mengetahui rangkaian peristiwa perkara ini tentu akan kami panggil sebagai saksi," kata Ali kepada wartawan, Sabtu, 1 Mei.

Sebagai pihak yang diduga terkait dan mengetahui perkara ini, tentunya, pemanggilan terhadap Azis akan membuat perkara ini semakin terang. Tapi, Ali mengatakan, pihaknya belum dapat memastikan kapan pemanggilan terhadap politikus tersebut bakal dilakukan.

"Pihak siapa saja yang akan kami panggil sebagai saksi dalam perkara ini dan kapan waktunya tentu akan kami informasikan lebih lanjut," tegasnya.

Azis telah dicegah ke luar negeri

Seiring dengan pengusutan perkara suap ini, KPK meminta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk melakukan pencegahan terhadap Azis dan dua orang lainnya. Permintaan ini dilakukan agar ketiganya tidak berada di luar negeri ketika pemeriksaan akan dilakukan.

"Langkah pencegahan ke luar negeri ini tentu dalam rangka kepentingan percepatan pemeriksaan dan menggali bukti-bukti lain, agar pada saat diperlukan untuk dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan pihak-pihak tersebut tetap berada di wilayah Indonesia," kata Ali Fikri dalam keterangannya.

Ketua KPK, Firli Bahuri. (Foto: Dok. Humas KPK)

Adapun permintaan pencegahan ke luar negeri ini disampaikan oleh KPK sejak 27 April lalu dan hal ini dibenarkan oleh Kabag Humas Kemenkumham Tubagus Erif.

"Sesuai peraturan, pencegahan berlaku selama enam bulan. Pencegahan berlaku sejak tanggal 27 April," ungkapnya kepada wartawan.

Adapun dalam dugaan suap penghentian pengusutan perkara Wali Kota Tanjungbalai, komisi antirasuah menetapkan tiga orang tersangka. Mereka adalah penyidik KPK dari unsur Korps Bhayangkara AKP Stepanus Robin Pattuju, Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, dan pengacara Maskur Husain.

Dalam perkara ini, Stepanus dan Maskur disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) k-1 KUHP. Sedangkan M Syahrial disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 12 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Alur perkara

Ketua KPK Firli Bahuri membongkar kongkalikong suap terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, M Syahrial (MS). Ada pertemuan yang dihadiri penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dengan Wali Kota Tanjungbalai di rumah Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.

"Pada Oktober 2020, SRP (Stepanus Robin Pattuju, penyidik KPK) melakukan pertemuan dengan MS (Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial) di rumah dinas AZ (Azis Syamsuddin) Wakil Ketua DPR RI,” kata Firli Bahuri dalam jumpa pers di gedung KPK, Kamis, 22 April malam.

Dalam pertemuan itu, Firli Bahuri menyebut Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin memperkenalkan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP) dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial (MS).

"Karena diduga MS memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai yang sedang dilakukan KPK agar tidak naik ke tahap penyidikan dan meminta agar SRP dapat membantu supaya nanti permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK," jelasnya.

Menindaklanjuti pertemuan di rumah Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP) mengenalkan pengacara Maskur Husain (MH) kepada Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial (MS).

Gedung KPK. (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

"SRP bersama MH (Maskur Husain, pengacara) sepakat untuk membuat komitmen dengan MS (Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial) terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyiapkan uang sebesar Rp1,5 miliar," ungkap Firli.

Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial menyetujui permintaan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP) dan pengacara Maskur Husain (MH). MS mentransfer uang lewat rekening Riefka Amalia, teman dari saudara penyidik KPK. Wali Kota Tanjungbalai juga memberikan uang secara tunai kepada penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP).

"Hingga total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp1,3 miliar," katanya.

"Setelah uang diterima, SRP kembali menegaskan kepada MS dengan jaminan kepastian bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai tidak akan ditindaklanjuti oleh KPK," imbuhnya.

Dari uang yang diberikan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial itu, pengacara Maskur Husain menerima uang total Rp525 juta lewat penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP). MH diduga juga menerima uang dari pihak lain sekitar Rp200 juta. 

"Sedangkan SRP (penyidik KPK) dari bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama RA (Riefka Amalia) sebesar Rp438 juta," pungkas Firli.

[/read_more]