Temuan Studi Terbaru, Keliru Terapkan Mindfulness Bisa Bikin Seseorang Jadi Egois

JAKARTA – Secara praktikal, mindfulness merupakan teknik terapi yang melibatkan mental state untuk tetap fokus dan berkesadaran sepenuhnya. Disamping itu, mindfulness juga merupakan sebuah praktik untuk menerima pikiran, perasaan, kondisi, dan menikmati sensasi ketubuhan.

Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Michael Poulin, PhD., seorang profesor di Fakultas Seni dan Sains Universitas Buffalo, mengungkapkan berkaitan dengan mindfulness.

“Mindfulness dapat membuat Anda egois,” ungkap Michael Poulin dilansir Neuroscience News, Jumat, 30 April.

Temuan ini cukup kontradiktif mengingat pemahaman awal bahwa mindfulness dapat meningkatkan kesejahteraan emosional. Pada studi Poulin, mindfulness bagi orang-orang yang yang cenderung melihat diri mereka independen dan tidak saling bergantung berpotensi menurunkan perilaku prososial.

Perilaku prososial menurut Baron dan Byrne dalam buku Psikologi Sosial, prososial merupakan perilaku membantu dan berempati pada orang lain tanpa mengharapkan pamrih. Nah, dalam konteks temuan Poulin, pola pikir independen versus interdependen akan beda pengaruhnya pada praktik mindfulness.

Perspektif yang dibangun Poulin berdasarkan budaya Barat yang menganggap dirinya mandiri. Ini berbeda dengan budaya di negara-negara Asia Timur yang memiliki kedekatan satu sama lain. Berdasarkan spekulasi Poulin, mindfulness lebih terlihat efek sosialnya pada konteks ini.

Tim penelitian melibatkan 366 partisipan yang memiliki dua kelompok karakter. Pertama partisipan yang independen dan partisipan dengan kesalingketergantungan. Instruksi pertama dalam studi ini, partisipan diminta untuk menelusuri kontrol kelompok.

Sebelum memulai penelusuran, partisipan diberi tahu tentang peluang untuk ‘mengisi amplop’ untuk organisasi amal.

Percobaan kedua, sejumlah 325 partisipan didorong untuk bergantung satu sama lain dengan melakukan latihan yang dirancang efektif. Rancangan latihan cendering membuat partisipan berpikir tentang diri mereka sendiri dalam konteks independen atau saling bergantung.

Pada percobaan kedua, partisipan diwawancara dengan pertanyaan kunci apakah mereka akan mendaftar untuk terlibat dalam kegiatan organisasi amal yang membantu mengumpulkan uang donor.

Hasil dari percobaan ini cukup mengejutkan. Partisipan dengan praktik mindfulness yang mengarah pada independensi berpotensi 33 persen lebih kecil untuk menjadi sukarelawan. Peningkatan 40 persen menjadi sukarelawan bagi mereka yang siap untuk menjalin kedekatan satu sama lain.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa instruksi dalam praktik mindfulness bisa jadi ‘alat’ untuk menumbuhkan perhatian pada lingkungan sosial dan bisa sebaliknya, meningkatkan independensi atau kemandirian sehingga menurunkan perilaku prososial.

Poulin memberikan rekomendasi, “Kita harus berpikir tentang bagaimana mendapatkan hasil maksimal dari mindfulness. Kita harus tahu cara menggunakan alat itu.”