PHK Ramayana dan Anjloknya Harga Saham Emiten Berkode RALS Tersebut

JAKARTA - Pekan lalu, tersebar video mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menimpa puluhan karyawan dari Ramayana City Plaza Depok. Video tersebut seketika viral, dan langsung dikonfirmasi pihak Store Manager Ramayana tersebut, M. Nukmal Amdar, bahwa PHK itu benar adanya.

VOI pun berusaha mencari tahu lebih dalam mengenai kejadian tersebut dengan menghubungi pihak manajemen PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), namun tak mendapat jawaban. Akhirnya, kemarin Selasa 14 April, manajemen perusahaan melalui Direktur Keuangan Ramayana, Suryanto, memberikan klarifikasi yang diunggah dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Suryanto mengatakan, PHK yang dilakukan di salah satu gerai di Depok, Jawa Barat itu sejalan dengan keputusan penutupan kegiatan sementara Ramayana pada 6 April 2020. Menurutnya, jalan PHK memang tak mudah dilakukan karena negosiasi antara perusahaan dan karyawan tergolong alot.

"Akhirnya disepakati bersama antara perseroan dengan karyawan melalui PHK, Pemutusan Hubungan Kerja terhadap 84 karyawan bukan 300 karyawan seperti yang diberitakan. Dengan memberikan pesangon," ujar Suryanto.

Menurutnya, tindakan PHK bukanlah langkah permanen yang diambil emiten berkode saham RALS itu. Pasalnya, ia menjanjikan bahwa pekerja yang di-PHK bisa kembali bergabung saat kegiatan berjalan normal kembali.

Dia pun menuturkan perusahaan memiliki kas dan setara kas, deposito berjangka dan investasi jangka pendek yang bisa menutup biaya dalam kondisi pandemi COVID-19.

"Terjadi penurunan penjualan yang signifikan sehingga membuat perseroan harus melakukan efisiensi perseroan antara lain dengan merumahkan karyawan," katanya.

Kinerja saham RALS pun dalam tren yang tak baik, alias terus menurun. Pada hari ini saja, Rabu 15 April, saham RALS berakhir di level Rp570 atau melemah 5,79 persen dibanding penutupan Selasa 14 April.

Dalam setahun terakhir, bahkan, saham RALS sudah anjlok 67 persen. Mengutip Bloomberg, setahun lalu, tepatnya pada 15 April 2019, saham RALS masih berada di level Rp1.800. Pada awal tahun 2020, saham perseroan pun masih berada di level Rp1.070 pada 1 Januari 2020.

Tangkap layar kinerja saham Ramayana dalam setahun terakhir. (Bloomberg)

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, industri ritel sangat bergantung kepada daya beli masyarakat. Dalam hal ini, COVID-19 membuat daya beli masyarakat terganggu karena keterbatasan masyarakat untuk bergerak.

Sehingga, industri ritel seketika goyah akibat hal tersebut. Faktor penekan lain bagi industri ritel yakni perubahan pola konsumen yang mengubah transaksi dari luring menjadi daring serta persaingan dengan sesama peritel.

Hal itu pula yang terjadi pada Ramayana, di mana pada kondisi sulit seperti pandemi COVID-19 ini, faktor-faktor penekan industri ritel terjadi secara bersamaan sehingga membutuhkan strategi yang pas. Menurut Reza, kondisi tersebut tergolong sulit.

Pasalnya, kata dia, perusahaan kini menghadapi tambahan tantangan dari sisi pasar yang mengakibatkan harga saham tergerus. Tekanan ini mengakibatkan perusahaan harus memilih jalan tengah agar mampu bertahan hingga waktu yang tak bisa ditentukan.

Ramayana telah mengumumkan pembelian saham kembali dengan nilai Rp250 miliar pada periode 17 Maret hingga 16 Juni 2020. Langkah itu dilakukan untuk menyelamatkan harga sahamnya yang terus tergerus hingga menyentuh level Rp500-an.

"Lebih baik dana yang ada digunakan untuk menutup biaya operasional. Apalagi seperti saat ini, di mana banyak gerai ditutup namun, mereka juga harus membiayai operasionalnya, terutama dari sisi gaji karyawannya," katanya.

Reza menuturkan, perusahaan juga harus memindahkan kegiatan secara daring sehingga penjualan tak lumpuh dan tenaga kerja yang tersisa bisa tetap bekerja. Bagi para investor, Reza merekomendasikan beli dengan target harga Rp850 per saham.

Rekomendasi tersebut, kata Reza, disematkan karena harga saham dalam tahap pemulihan dan ekspektasi penurunan kinerja telah diantisipasi pelaku pasar.

Kinerja Ramayana

Sekadar informasi, Ramayana mengoperasikan 117 gerai di 54 kota besar di seluruh Indonesia dengan total  lahan mencapai 987.000 meter persegi per akhir 2019.

Kinerja Ramayana pada 2019 belum dipublikasikan. Namun hingga kuartal III 2019, perseroan meraup laba bersih sebesar Rp612,42 miliar, naik 16,1 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp527,27 miliar.

Adapun penjualan bersih Ramayana naik 0,7 persen menjadi Rp6,72 triliun pada akhir September 2019. Penjualan didominasi oleh produk pakaian pria sebesar 35,6 persen. Diikuti produk sepatu, tas, dan aksesoris sebesar 26,6 persen, lalu fresh, food, drink & toiletries 14,7 persen, pakaian perempuan 10,6 persen, pakaian anak-anak 9,2 persen, dan lain-lain 3,3 persen.

Perseroan pernah menyatakan untuk menargetkan peningkatan pendapatan sebesar 19 persen dari tahun 2018 yang sebesar Rp8,9 triliun. Sementara target laba bersih tahun 2019 adalah Rp650 miliar sampai Rp 700 miliar, naik lebih dari 10 persen secara year on year (yoy).