Jerit Pelaku Industri Event Organizer yang Terpuruk Akibat COVID-19

JAKARTA - Pandemi virus corona atau COVID-19 di Indonesia kian meluas penyebarannya. Jumlah pasien positif virus tesebut terus bertambah, dan akibatnya dampak yang ditimbulkan semakin besar.

Tak hanya pada sektor kesehatan, tetapi juga berimbas pada sektor ekonomi. Sektor perputaran uang tersebut seketika mandek karena keterbatasan gerak manusia.

Biasanya, menjelang bulan Ramadan, Jakarta tampak meriah karena ramai acara dan kegiatan yang dikemas oleh event organizer (EO). Namun saat ini, tak memungkinkan bagi pelaku industri tersebut untuk menggarap acara apapun di tengah pandemi COVID-19 ini.

Pelaku industri event organizer (EO) yang tergabung dalam komunitas Bakcstagers Indonesia mengaku sudah berada diambang kebangkrutan. Pandemi COVID-19 ini tak hanya berdampak pada penurunan omzet, namun juga pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tak terelakan.

Founder Bakcstagers Indonesia Krisnanto Soetrisman mengatakan, pelaku usaha industri event organizer hanya mampu bertahan dalam kurun waktu tak lama. Karena itu, komunitas ini melayangkan surat terbuka untuk mereka yang duduk di pemerintahan.

Surat terbuka ini merupakan pernyataan bersama para pekerja dan pelaku event, perusahaan, perorangan, para pemilik usaha event organizer, para pekerja lepas event, para vendor produksi event, para pekerja seni panggung, para perkumpulan seniman, para seniman lepas, para penghibur panggung, para penyedia tempat event, dan para pengurus perizinan.

"Hari ini kami lelah. Bukan lelah bekerja, kami lelah menerima ketidakpastian tindakan yang dilakukan bagi kami. Kami juga tidak diam, sudah banyak yang kami lakukan, banyak program-program sosial yang sudah kami kerjakan. Pemerintah di mana? Apa yang sedang disiapkan untuk kami? Seperti apa kami harus bertahan, formula apa yang kamu siapkan," katanya, melalui keterangan tertulis yang diterima VOI, di Jakarta, Senin, 13 April.

Krisnanto juga mempertanyakan, kementerian yang khusus membawahi bidang pariwisata, MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) dan event. Pihaknya mempertanyakan program apa yang disiapkan untuk menyelamatkan pelaku industri event organizer sebagai garda terdepan pariwisata agar mampu bertahan di tengah pandemi COVID-19.

"Pekerjaan kami sudah berhenti, pemasukan kami sudah berhenti, persediaan kami tidak seberapa lagi, PHK besar-besaran mengancam kami, peluru dan amunisi kami sudah tidak ada. Kami off sesaat lagi," tuturnya.

"Apa saluran yang disiapkan untuk mendengarkan aspirasi kami, apa rencana konkret untuk kami paling tidak bertahan walaupun tidak sebesar kebiasaan kami. Apa rencana kamu saat ini dan di waktu berikutnya?," sambungnya.

Menurut Krisnanto, pelaku industri event organizer juga telah menyampaikan beberapa program yang dimiliki sebagai jalan keluar untuk membantu industri tersebut. Namun, hingga saat ini pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) belum melakukan satu kebijakan apapun untuk membantu.

Lebih lanjut, Krisnanto mengatakan, program yang dimaksud adalah memberdayakan pekerja event untuk tetap bisa work from home (WFH) dan juga bekerja secara mandiri dengan konsep physical distancing, termasuk di dalamnya program belaja online, kegiatan masker gratis yang mampu kami gerakan se-Indonesia dengan jaringan yang pihaknya miliki.

Ilustrasi physical distancing. (Ilham Amin/VOI)

"Suara kami ini bagian dari suara rakyat buat kamu. Kami bersuara di sini untuk didengar, dirangkul dan diajak berdiskusi, perwakilan setiap daerah dari beragam komunitas siap berdiskusi untuk sesuatu yang konkret, sehingga bisa menjadi program mitigasi khusus di bidang industri event. Apabila sudah, mana? yang mana? di mana? kapan? apa?," ucapnya.

Krisnanto mengatakan, bantuan pemerintah yang sudah dilakukan untuk sektor pariwisata, itu belum termasuk industi event organizer. Karena itu, pihaknya ingin suara pelaku industri event organizer didengar.

"Itu yang perlu kami sampaikan saat ini, dan ini untuk kamu dengar. Bukankah kami juga garda depan yang menyumbang devisa buat negara ini. Kami bukan mau minta-minta, kami ingin tetap bisa bekerja dan mempunyai income," katanya.

Padahal, kata Krisnanto, pada 2019 industri EO memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi sekitar 15 persen hingga 20 persen dengan nilai industri lebih dari Rp500 triliun. Saat ini sudah ada sekitar 4.000 pelaku usaha dengan serapan tenaga kerja formal sekitar 40.000 orang.

Backstagers Indonesia merupakan perkumpulan dari 240 pelaku usaha EO. Perkumpulan ini terbentuk sejak lima tahun lalu.