Harga Telur, Daging Ayam, Hingga Sapi Naik, Apa Penyebabnya?
JAKARTA - Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) melaporkan adanya kenaikan harga sejumlah bahan pangan pokok pada awal Ramadan 2021. Mulai dari telur, daging ayam hingga daging sapi. Beberapa faktor turut mempengaruhi kenaikan harga mulai dari cuaca, kendala impor, hingga kendala distribusi yang panjang dan berjenjang.
Laporan KPPU ini berdasarkan hasil pemantauan harga komoditas pangan selama kuartal I atau periode Januari hingga April, di seluruh Indonesia yang terbagi dalam 6 wilayah kerja.
Deputi Kajian dan Advokasi KPPU Taufik Ariyanto mengatakan data di lapangan menunjukkan kenaikan harga utamanya terjadi pada telur, daging ayam, cabai, hingga daging sapi.
"Komoditas daging ayam dan telur ayam, daging sapi, serta cabai itu menunjukan gejala yang signifikan di beberapa daerah," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 16 April.
Taufik menjelaskan, pada kanwil I yang meliputi Sumatra Utara, Sumatra Barat, Aceh, dan Riau, bahan pokok seperti daging sapi, cabai, bawang merah dan bawang putih mengalami kenaikan.
"Tapi yang siginifikan daging sapi dan cabai di mana kenaikannya mendekati 16 persen," katanya.
Baca juga:
- Mentan Syarul Yasin Limpo: Harapan Kami di Ramadan hingga Idulfitri Kebutuhan Pangan Betul-betul Tersedia
- Indonesia Impor Bawang Putih, Daging Kerbau, dan Gula Pasir untuk Penuhi Stok Pangan Selama Ramadan dan Lebaran
- Sabar Ya Bu! Jelang Ramadan Harga Pangan di Bogor Meroket, Daging Sapi Rp150 Ribu per Kg
- Pemprov DKI Prediksi Harga Pangan Jelang Ramadan Naik Sampai 5 Persen
Kemudian, kata Taufik, di kanwil II yang meliputi Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, dan Bangka Belitung, harga komoditi relatif stabil termasuk untuk cabai, daging ayam dan telur ayam.
Sedangkan di kanwil III yang mencakup Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, kenaikan harga terjadi dikisaran 10 sampai 15 persen pada komoditas daging ayam, telur ayam dan daging sapi.
Sementara, di kanwil IV meliputi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, NTT dan NTB, daging ayam potong mengalami kenaikan harga yang signifikan hampir mendekati 30 persen.
"Untuk kanwil V di wilayah Kalimantan, data yang disampaikan relatif stabil. Kecuali untuk komoditi cabai segala jenis, cabai kering, rawit dan segela jenisnya itu naik mendekati 20 persen," tuturnya.
Kemudian, di kanwil VI untuk wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua juga hampir sama dengan daerah lain mengalami kenaikan yang signifikan antara 11 hingga 25 persen pada daging ayam, telur ayam dan bawang merah.
Lebih lanjut, Taufik mengatakan, kenaikan harga pada komoditas daging ayam, daging sapi, telur ayam dan cabai di beberapa daerah disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya untuk cabai, kenaikan harga dipengaruhi oleh hasil panen yang kurang maksimal karena faktor cuaca.
Tak hanya itu, kata Taufik, ada faktor kendala logistik yaitu hambatan pasokan untuk masuk ke pasar karena masalah banjir dan cuaca. Selain itu panjangnya proses distribusi juga mempengaruhi harga bahan pokok dari peternak atau petani hingga sampai ke tangan konsumen.
"Kemudian ada faktor jalur distribusi yang masih berjenjang atau panjang dari petani sampai ke pasar untuk sampai ke konsumen," jelasnya.
Taufik berujar jalur distribusi yang masih berjenjang dan panjang dari petani ke pasar untuk sampai ke tangan konsumen menjadi pekerjaan rumah (PR) yang belum terselesaikan hingga saat ini.
Kenaikan harga daging masih normal
Seperti diketahui, harga daging sapi di pasar tradisional mulai merangkak naik menjadi Rp124.000 per kilogram. Sebelum Ramadan, harga daging sapi berkisar antara Rp115.000 hingga Rp120.000 per kilogram. Namun, Kementerian Perdagangan menilai kenaikan harga daging sapi segar saat ini masih terbilang normal.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan masalah tingginya harga daging sapi di Indonesia disebabkan karena banyaknya daging yang diimpor berasal dari Australia. Tercatat, sekitar 52 persen total ekspor Australia adalah sapi.
"Tapi hari ini Australia mengalami gangguang ekspor untuk sapi. Karena terjadi kebakaran dahsyat tahun 2019 yang menyebabkan runtuhnya struktur persapian Australia," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 16 April.
Kata Lutfi, kebakaran membuat harga daging hidup dari yang awal diperkirakan 2,8 dolar AS menjadi 4,8 dolar AS atau setara dengan Rp51 ribu. Harga tersebut, belum termasuk biaya penggemukan, pemotongan hingga menjadi karkas. Sementara, harga karkas sudah mendekati Rp100 ribu.
Lebih lanjut, Lutfi mengatakan, seharusnya daging sapi di pasaran lebih tinggi daripada harga saat ini. Namun, harga saat ini stabil. Kata dia, ada dua faktor yang menyebabkan harga daging saat ini stabil.
Pertama, kata Lutfi, karena masuknya sapi lokal ke pasar dalam negeri. Sehingga, mengkompensasi kekurangan impor dari Australia yang harganya tinggi. Kedua, karena COVID-19 permintaan daging sapi di sektor Horeka membuat harganya meningkat dan merupakan hal yang wajar.
"Jadi saya melihat harga sapi hari ini yang Rp124 ribu per kilogram, normal dan baik," tuturnya.
Kenaikan harga telur dan daging ayam fluktuatif selema Ramadan
Terkait dengan kenaikan harga telur dan daging ayam, Lutfi meminta kepada semua pihak termasuk masyarakat agar tidak membesar-besarkannya. Hal ini agar para pelaku usaha di sektor ini merasakan untung di bulan puasa setelah lama merugi.
Kementerian Perdagangan mencatat rata-rata harga daging ayam ras sebesar Rp37.000 per kilogram (kg) per 15 April 2021. Angkanya naik dari pekan lalu atau 8 April yang sebesar Rp35.100 per kg dan 15 Maret 2021 yang masih Rp34.200 per kg.
Tak hanya daging ayam, harga telur ayam ras juga naik menjadi Rp26.300 per kg per 15 April 2021. Pada pekan lalu, harganya masih sebesar Rp25.400 per kg.
"Saya mohon izin jangan dibicarakan dulu masalah ayam dan telur ayam ini. Karena fluktuasi sangat tinggi dan bukan pengusaha besar dan peternakan juga. Jangan dibikin gede-gede, biarkan mereka mendapat keutungan yang banyak bulan Ramadan," tuturnya.
Lebih lanjut, Lutfi mengatakan, kenaikan harga pangan masih terbilang normal jika masih di bawah 3 persen. Kenaikan itu biasanya terjadi karena musiman dan cuaca hujan.
"Telur ayam ras memang fluktuasi tinggi pada Ramadan, itu mereka untung empat bulan dalam satu tahunnya, mereka alami kerugian delapan bulan dalam satu tahunnya," jelasnya.
Meski begitu, Lutfi berjanji untuk tahun depan, akan ada regulasi yang lebih baik terkait harga telur ayam ras dan daging ayam ras. Hal ini agar harganya lebih konsisten.