Gunakan Sel Dendritik, Bisakah Vaksin Nusantara Disuntik Secara Massal?
JAKARTA - Vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto menimbulkan banyak pertanyaan.
Salah satunya, kemungkinan vaksin COVID-19 disuntikkan secara massal mengingat sel yang digunakan adalah sel dendritik yang diambil dari tubuh seseorang.
Menanggapi hal ini, Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Subandrio menyebut vaksin dengan sel dendriditik ini sebenarnya adalah vaksin individual.
Sehingga, hanya bisa diberikan kepada mereka yang sel dendritiknya sudah diambil dan diekstrak sedemikian rupa.
"Vaksin dendritik ini sifatnya individual dan hanya bisa diberikan kepada orang yang jadi sumber," kata Amin dalam sebuah diskusi secara daring yang ditayangkan di YouTube, Sabtu, 17 April.
Sehingga, vaksin ini bisa dilakukan terhadap banyak orang, "tapi hanya bisa diberikan ke orang yang sama," tegasnya. "Jadi, terhadap banyak orang bisa tapi prosesnya harus individual," imbuh Amin.
Baca juga:
- Nah Loh! Komisi IX DPR Sebut BPOM Bisa Lakukan Pembohongan Publik soal Vaksin Nusantara
- IDI: Kalau BPOM Tidak Profesional, Buyar Semua Obat dan Vaksin
- Stafsus Presiden Punya Harapan Tinggi agar Seluruh Penyandang Disabilitas Mendapat Vaksin COVID-19
- Wagub Papua Minta Aparat Keamanan Kendalikan Situasi Beoga Puncak
Dia pun menyinggung soal biaya vaksin berbasis dendritik ini. Meski tak tahu berapa biaya yang dibutuhkan untuk Vaksin Nusantara tapi berkaca dari pengobatan kanker berbasis sel dendritik, butuh biaya yang cukup tinggi.
Adapun sel dendritik ini, disebut Amin juga digunakan untuk pengobatan mereka yang terkena kanker.
"Saya enggak punya biayanya (untuk Vaksin Nusantara, red). Hanya saja untuk kanker, biayanya cukup tinggi karena ini vaksin individual," ungkapnya.
Vaksin Nusantara semakin menuai polemik pasca sejumlah tokoh politik dan pejabat beramai-ramai menjadi relawan uji klinis tahap II di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu, 15 April. Dalam tahap ini, relawan vaksin akan diambil sampel darahnya dan diolah selama 7 hari untuk kemudian disuntikkan kembali ke dalam tubuh.
Padahal vaksin ini belum mendapat restu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk dilanjutkan. Penyebabnya, ada beberapa syarat yang belum terpenuhi dalam pengembangan vaksin yaitu Cara Uji Klinik yang Baik (Good Clinical Practical), Proof of Concept, praktik laboratorium (Good Laboratory Practice) dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (Good Manufacturing Practice).
Tak hanya itu, Permasalahan berikutnya adalah antigen Vaksin Nusantara bukan berasal dari virus Indonesia melainkan Amerika yang tak diketahui bagaiman sequence genoric dan strain virusnya.