voi.id

Politik dan Sepak Bola ala Erick Thohir

JAKARTA – Ketua Umum PSSI, Erick Thohir mengumumkan pemecatan Shin Tae-yong sebagai pelatih Timnas Indonesia meski peluang berlaga di Piala Dunia 2026 masih terbuka lebar. Erick beralasan, keputusan ini diambil demi memperbesar peluang dan mimpi rakyat Indonesia menyaksikan Timnas kebanggaan mereka tampil di ajang sepak bola paling bergengsi di dunia.

Dalam sebuah siniar yang dikutip Sabtu, 11 Januari 2025, Erick mengakui bahwa keputusannya memecat STY bukan sebuah hal yang populer di mata publik. Sebab, dengan berbagai pencapaian dan kesuksesan yang diraih bersama Timnas Indonesia, pelatih asal Korea Selatan itu sudah dianggap sebagai pahlawan sepak bola tanah air.

Tapi, keputusan itu harus diambil setelah terjadi dinamika-dinamika di internal Timnas yang dinilai berpotensi mengganjal laju positif Jay Idzes dkk menghadapi empat laga final Grup C di babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.

“(keputusan) ini memang bukan hal populis di mata publik. Tapi, harus kami (PSSI) ambil demi menjaga peluang dan mimpi kita semua menyaksikan Timnas berlaga di Piala Dunia 2026. Kalau kami mengutamakan popularitas, tentu STY kita pertahankan setidaknya hingga babak ketiga selesai Juni nanti,” ujar Erick.

Pelatih timnas Indonesia Patrick Kluivert (kiri) dan Ketum PSSI Erick Thohir (kanan) (foto: dok. antara )
Pelatih timnas Indonesia Patrick Kluivert (kiri) dan Ketum PSSI Erick Thohir (kanan) (foto: dok. antara )

Ya, keputusan yang diambil Erick Thohir dan koleganya di PSSI dengan memecat STY seperti perjudian besar. Terlebih, penggantinya adalah Patrick Kluivert yang rekam jejak kepelatihannya belum sementereng Coach Shin. Bila meener Belanda itu mampu meloloskan Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026, popularitas Erick Thohir tentu ikut terkerek. Jika sebaliknya, popularitas mantan pemilik Inter Milan itu akan semakin karam, bukan hanya di mata pecinta sepak bola tapi juga di kancah politik nasional.

Loh, apakah ada hubungan antara popularitas di kancah sepak bola dengan politik nasional? Pengamat politik Adi Prayitno menyatakan, di Indonesia sulit rasanya memisahkan sepak bola dengan politik. Apalagi, beberapa tahun terakhir jabatan Ketua Umum PSSI selalu diduduki oleh politikus, termasuk Erick Thohir.

“Betul, idealnya kita harus meyakini olahraga ya olahraga, politik ya politik. Kalau lagi main bola jangan ngomong politik, kalau lagi ngomong politik jangan ngomong bola. Tapi, ketika misalnya Erick Thohir itu menjadi Ketua Umum PSSI sulit bagi publik untuk tidak mengait-ngaitkan dengan urusan politik,” tuturnya, Minggu 12 Januari 2025.

Dia mencontohkan, saat Ridwan Kamil ingin maju dalam Pilkada Jakarta, yang paling resisten dan menjadi daya rusak terhadap Ridwan Kamil adalah RK dianggap pendukung Persib Bandung (bobotoh) sehingga haram hukumnya maju di Pilkada Jakarta di mana mayoritas Jakarta adalah pendukung Persija (The Jack Mania).

Karena itu, masyarakat tidak bisa menutup mata bila sepak bola pasti dikait-kaitkan dengan urusan-urusan politik karena di Indonesia ini begitu banyak orang yang terkait dengan sepak bola ada kaitannya dengan unsur-unsur politik. Demikian halnya dengan sosok seorang Erick Thohir yang notabene merupakan Menteri BUMN.

“Kalau kita mau tarik agak sedikit ke belakang, Ganjar Pranowo dibully habis-habisan, suara pendukungnya secara perlahan itu hijrah ke tempat yang lain gara-gara dia menolak Timnas Israel bertanding di Indonesia yang berakibat Indonesia dicoret sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Elektabilitas dan popularitas Ganjar yang saat itu signifikan kemudian terjun bebas bukan hanya di mata pecinta sepak bola tapi masyarakat secara luas,” terang Adi.

Dia menyebut, menjelang Pilpres 2024, Erick Thohir termasuk sosok yang memiliki popularitas sangat tinggi hingga digadang-gadang sebagai pendamping Prabowo Subianto. Hal itu tak lepas dari keberhasilannya sebagai Ketua Umum PSSI yang dinilai mampu membenahi persepakbolaan Indonesia. “Itu sebabnya sulit menghilangkan kaitan urusan-urusan politik dengan sepak bola di Indonesia,” imbuhnya.

Pemecatan STY Perjudian Besar Erick Thohir

Shin Tae-yong dan Ketua Umum PSSI Erick Thohir. (INSTAGRAM)

Adi mengatakan, sepak bola di Indonesia menjadi seksi bagi politikus karena memiliki penggemar yang fanatik. Karena itu, bila seorang politikus sukses memimpin organisasi sepak bola baik di level klub atau di PSSI maka para penggemar sepak bola bisa menjadi basis konstituen untuk kepentingan politik lima tahunan.

Karena itu, dia menilai bila pemecatan STY menjadi pertaruhan dari karir politik Erick Thohir di masa yang akan datang. Bila pengganti STY, yakni Patrick Kluivert mampu membawa Timnas Indonesia jauh lebih hebat, figur Erick Thohir pasti akan dibayangkan sebagai calon pemimpin populer di 2029, baik sebagai kandidat calon presiden ataupun wakil presiden.

“Tapi sebaliknya, ketika pemecatan STY ternyata ke depannya tidak sesuai dengan harapan publik, tentu agak rumit bagi Erick Thohir untuk mendapatkan simpati dari para penggila sepak bola di Indonesia. Karena kalau kita hitung rata-rata per hari ini, resistensi publik ketika STY dipecat masih tinggi. Ini bukti bahwa masih tetap sulit memisahkan antara urusan politik dengan sepak bola di Indonesia,” tegas Adi.

Marselino Ferdinan jadi pusat perhatian usai mencetak dua gol saat Indonesia kalahkan Arab Saudi 2-0 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Selasa (19/11/2024). (Instagram/@marselinoferdinan10)

Direktur eksekutif KPN, Adib Miftahul juga berpendapat, sulit menepis munculnya anggapan bahwa keberhasilan atau kegagalan dalam memimpin PSSI tidak akan mempengaruhi karir politik Erick Thohir. Dia mencontohkan, menjelang Pilpres 2024 Erick banyak mendapatkan dukungan dari penggemar sepak bola untuk diusung sebagai calon wakil presiden.

“Waktu itu (menjelang Pilpres 2024), keberhasilan Erick membangkitkan sepak bola Indonesia termasuk meraih emas SEA Games 2023 dan mendatangkan Juara Dunia Argentina sudah membuatnya panen dukungan. Lolos ke Piala Dunia 2026 tentu bisa menjadi momentum Erick di kancah politik ke depan. Tapi bila pemecatan STY ternyata tidak membuahkan hasil, tentu juga ada konsekuensinya terhadap karir politik Erick,” tuturnya.

Tapi, Erick Thohir menepis semua anggapan jika langkah dan kebijakannya sebagai Ketua Umum PSSI berkaitan dengan karir politiknya. Dia menegaskan, sebagai Ketua Umum PSSI dirinya hanya fokus untuk mengurus federasi dan kemajuan persepakbolaan Indonesia.

“Jangan dicampur bola sama politik. Kita sudah sampaikan beberapa kali, tugas saya sebagai Ketum PSSI sampai 2027. Saya tidak suka olahraga dicampur-campur sama politik. Ada tugasnya masing-masing,” tegasnya.

“Dan saya di dunia olahraga ini jauh lebih lama dari saya jadi pejabat publik. Karena saya tidak pernah menempatkan diri saya sebagai politikus, saya bekerja sebagai public service,” tambah Erick Thohir.