Jika Tak Ingin Buat Musik Orisinal, Menyonteklah Seperti Ahmad Dhani

JAKARTA - Belakangan netizen sedang ramai melontarkan kritik terhadap band Radja yang merilis lagu berjudul Apa Sih. Karya itu dinilai tak kreatif dan memplagiat secara terang-terangan lagu APT. dari Rose dan Bruno Mars yang sedang booming.

Satu hal yang pasti, Radja tahu benar publik akan menyadari kemiripan kedua lagu tersebut. Apalagi yang ditiru adalah part yang sangat ikonis dari hits populer yang rilis Oktober 2024 itu.

Radja sendiri tak menampik jika mereka 'terinspirasi' dari karya tersebut. Moldy, gitaris Radja, bahkan secara gamblang menyebut part 'Apa sih Apa sih' yang kontroversial sebagai gimmick.

"Kalau saya, ‘Apa Sih’ ini, saya tempel di depan buat gimik, sama di pembatas, setelah reff menuju song lagi. Pun dihilangkan ‘apa sih apa sih’ yang saya sudah ubah nadanya ini dan liriknya ini, tidak merusak sama sekali lagu saya yang berjudul ‘Apa Sih’," tuturnya.

Kasus seperti ini memang bukan sekali dua kali terjadi di Indonesia. Beberapa karya musisi Tanah Air cukup banyak yang memiliki kesamaan dengan lagu-lagu terdahulu dari luar negeri. Begitu pun sebaliknya, ada juga lagu luar yang meniru lagu band Indonesia seperti lagu Tak Bisakah milik Peterpan yang digarap ulang musisi India.

Belum lagi lagu-lagu The Beatles yang nadanya banyak ditemukan di lagu-lagu modern. Apakah itu bentuk plagiasi karena tak ada lagi musik yang orisinal? Ataukah sebenarnya meniru itu sah-sah saja?

Bicara tiru-meniru, rasanya nama Ahmad Dhani patut jadi sorotan. Pentolan Dewa 19 ini telah menelurkan puluhan hits lewat berbagai project-nya. Lantas bagaimana ia bisa tak kehabisan ide?

Meski kerap dibilang jenius, Dhani juga bisa kehabisan ide. Karena itulah ia kerap 'meniru' lagu-lagu lawas dari luar negeri untuk dibuat versinya sendiri. Namun bedanya, ia menyontek dengan 'halal'. Kok bisa?

Tentunya dengan membeli lisensi. Cara ini sudah dilakukan Ahmad Dhani sejak lama. Di lagu Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada bersama Chrisye, ia membayar lisensi lagu milik Stephen Simmons berjudul Tears Never Dry.

Begitupun dengan seri lagu Cinta Mati 2 dan Cinta Mati 3, Dhani memasukkan lirik-lirik bahasa Indonesia dan membuatnya relevan dengan penikmat musik Tanah Air. Praktik itu juga masih dilakukannya di lagu terbaru Dewa 19, Tak Ada yang Sebanding Denganmu, lisensinya dibeli dari karya milik David Sanborn.

Dengan legalitas yang jelas, tentu jual-beli lisensi ini jadi solusi untuk saling mengapresiasi karya antar musisi. Karena itu, sangat penting untuk mengetahui jalur-jalur yang bisa ditempuh untuk kesepakatan tersebut.

Namun lain halnya jika yang dikejar adalah kontroversi. Marketing sensasi semacam ini memang cukup efektif satu dekade lalu, tapi apakah saat ini masih relevan? Yang pasti, hal ini akan jadi rekam jejak yang kurang baik bagi para pelakunya.